Sama dan Mirip, Apakah Sama dan Mirip?

Oke. Masih adakah insan Indonesia yang belum move on dari masalah PAKAI? Mengulik-ulik kamus untuk memastikan arti dari sebuah kata; padahal kata itu baru betul-betul punya arti ketika ia hadir dalam kalimat; plus wacana dan konteksnya. Dalam kamus yang ada hanyalah arti/makna generik dan kira-kira (pramakna)—tidak jarang sudah usang bahkan wafat—yang kehidupannya hanya berarti dan bermakna kembali ketika dihadirkan ke dalam contoh kalimat. Itupun tidak pasti juga jika konteks dan wacana dari kalimatnya membedakan.

Sebuah kata yang sudah punya arti artinya adalah ia sudah menjadi sebuah kalimat. Seperti “Pakai!”, “Pakai....”, dan “Paaa..kaaiii....”, bisa jadi berbeda (bahkan jauh) artinya setiap (atau masing-masing) ketiga kalimat ini; walau bisa jadi juga sama atau agak sama (atau mirip, atau agak mirip). Oh mygod, ternyata penulis sendiri yang belum move on dari masalah itu....

Menjawab pertanyaan nakal penulis di atas—atau lebih tepatnya mungkin yang tertulis di atas (pada judul artikel ini)—mungkin juga tidak akan butuh waktu lama bagi petulis/pemirsa TV One—atau tivi-tivi lainnya ataupun yang tidak menonton tivi—untuk menjawab....... sekedarnya saja dulu PAKAI perasaan haha. Karena memang kata sama dan mirip ini bukanlah kata yang jarang digunakan sebagaimana semenjana, tetikus, dan sebagainya. Duo kata tersebut sudah pasti sering digunakan dalam keseharian, atau kesemingguan, atau kesebulanan paling kurang lah. Memang ini agak ilmu kira-kira juga dan berbau PAKAI perasaan; tapi ya bagaimana.... Walau linguistik berhasrat betul dianggap sains dan ilmu pasti oleh keluarga besar paradigma positivisme, kenyataannya mustahil juga untuk memastikan ukuran banyak dan seringnya penggunaan kata-kata itu kecuali mungkin dengan metode-metode statistika inferensia yang “ilmu ramal” itu juga hehehe.

Jadi bagaimana: apakah sama dan mirip itu memang sama dan mirip? Kalau melihat kepada hanya katanya saja (mengabaikan penggunaannya dalam kalimat) mungkin akan dikatakan jelas beda. Sama itu ya sama, sedangkan mirip itu ya hanya agak sama. Namun betulkah hanya sesimpel itukah kelaknya ia akan dikonkretisasi ke dalam sebuah kalimat? Seorang cewek yang pengen memuji cowoknya yang dirasakan sebagai kehadiran sosok abang bagi dirinya mungkin akan mengatakan: “Kamu itu sama dengan abangku.” atau “Kamu itu mirip dengan abangku.”

Tambah gawate: maksud dua kalimat itu bisa saja sama dan bisa juga beda jika kita membuat konteks dan wacana yang lebih luas bagi setiap masing-masing kalimatnya. Seorang editor bahasa, yang karena deadline pekerjaan, tentunya harus berpikir praktis (hampir saja fungsi kalimatnya dingacokan nih). Ianya tidak akan punya waktu untuk mengendapkan dulu masalah ini lalu membuat renungan filosofis selama berbulan-bulan; apalagi harus PAKAI riset komprehensif melewati empat proseding seminar ilmiah berbiaya mahal. Akibatnya, salah satu bentuk ekpresi dan diksi antara dua pilihan model kalimat itu salah satunya akan disalahkan sebagaimana doktrin tatabahasa normatif dengan mengacu pada makna menurut kamus.

Hmmm... sebelum saya lanjutkan, barangkali ada para expert yang bisa memberi saran dan masukkan terlebih dahulu?

Kompasiana, 9 April 2017
http://www.kompasiana.com/wem/sama-dan-mirip-apakah-sama-dan-mirip_58ea41b293977343331727e3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!