SAHAJANYA BARRY HUSSEIN OBAMA

Beberapa waktu yang lalu aku nonton berita di Trans7, tentang Presiden ke-44 Amerika Serikat Barrack Obama yang ternyata sepatah dua patah kata masih bisa berbahasa Indonesia ; dan yang lebih penting lagi: masih merespon (dengan akrab dan hangat) seseorang yang menyapanya dalam bahasa Indonesia. Seorang pria yang menyapa dalam bahasa Indonesia tersebut bukanlah wong Indonesia melainkan pria bule juga. Lelaki tersebut kebetulan (apa iya kebetulan?) adalah seorang diplomat yang pernah bertugas beberapa tahun (kalo ndak salah 7 tahun) di Indonesia. Kejadian perkara sendiri berlangsung seusai sebuah pertemuan (entah apalah) di Negeri Uncle Sam sana. Seperti biasa, Obama menyempatkan diri untuk menyapa terlebih dahulu satu persatu (meski tentu saja mungkin tak semua) tamu-tamu yang hadir. Secara spontan, ketika Obama lewat di depannya, pria tadi menyapa dalam bahasa Indonesia. Saya sudah lupa apa persisnya, tapi kira-kira dua percakapan awal berbunyi: "Selamat siang bapak.."
"Hey, apa kabar?"

Hatiku agak tersentuh juga menyaksikannya...
Obama sebetulnya hanya tinggal (kalo ndak salah) sekitar 4 tahun di Indonesia sewaktu ia masih duduk di bangku SD (jadi orang yang paling berkuasa di dunia saat ini tersebut pernah mengecap bangku SD Indonesia lho seperti halnya Lintang dan Ikal dalam Laskar Pelangi; menariknya lagi, ia ternyata duduk di bangku belakang layaknya anak-anak nakal!). Jadi luar biasa jika memorinya tentang Indonesia masih cukup kuat. Ini menarik mengingat banyak orang saya denger yang mewacanakan seberapa besar perhatian Obama pada Indonesia. Lalu, karena Indonesia jarang "disinggung" Obama terkesan timbul persepsi yang agak sedikit negatif (Obama tidak terlalu menganggap penting Indonesia). Saya bilang sedikit karena masih banyak faktor-faktor lain yang membuat positif kesan orang-orang pada Obama. Memang lumrah dan bikin kita senyum-senyum jika mengerti bahwa isu ini diangkat ataupun terangkat oleh media massa karena juga selaras dengan kepentingan bisnisnya. Namun rasanya agak mengkhawatirkan jika hal-hal seperti ini menjadi hawa negatif bagi orang-orang Indonesia yang kebanyakan wawasan dan cara pikirnya mungkin masih agak tolol. Saya bilang paradima berpikir lho, bukan iman. Kalo dalam hal iman saya mah "yakin" orang Indon tuh soleh-soleh, apalagi generasi mudanya. Hahaha..

Tapi kita tinggalkan dulu dah bahasan tentang soal-soal gede hubungan Indonesia-USA di era-Obama. Nanti malah bikin greget-greget kaum nasionalis sempit yang saya kadang bingung mereka begitu semangatnya teriak-teriak soal bentuk final NKRI jangan-jangan karena selaras dengan kepentingan bisnisnya juga (setidaknya demi "nama baik" dan posisi kan?). Berbeda dengan tentara maupun perwira-perwiranya yang memang semestinya takdemokratis (top-down) karena memang itulah dunia yang mau taksuka mesti mereka jalani. Saya jijik melihat orang sipil yang ketentara-tentaraan. Termasuk para mantan pati maupun pamen. Ketika kembali berstatus sipil mesti meninggalkan dong cara pikir militer yang tidak sesuai dengan pola sosial masyarakat yang egaliter madani. Sekarang tentang Obama kita bahas saja soal akhlak sosialnya. Hmmmm, pribadi yang menarik. Rasa-saranya sebagian besar penduuduk dunia yang lebih dari 6 milyar ini setuju dengan penilaian tersebut. Termasuk para pembela NKRI tersebut pasti akan luluh hatinya melihat Obama yang manis ini mengutus invenstor asing dengan segepok duit untuk ditanam dan berbuah di Indonesia lalu mereka dan keluarga dan konco-konco dekatnya (saja) kena cipratan deh.

Obama pribadi yang pragmatis (seperti para pedagang)? Barangkali engga deh deh ondehhh. Punya jiwa sosial dan suka menjalin relasi (yang "tulus") mungkin ya. Beliau, sebagaimana diketahui, sebelum terpilih untuk menduduki kursi senat mewakili negara bagian (saya lupa) yang ibukotanya Chicago (tempat shooting Oprah Winfrey Show tersebut) adalah seorang pekerja sosial yang aktif. Jadi beliau telah terbiasa untuk akrab dengan masyarakat kelas bawah, hidup sebagai warga negara kelas menengah (menikahi Michelle yang kalo ndak salah lagi doktor hukum tersebut), dan sejak menjadi senator tentu telah terbiasa bernegoisasi dan ber-networking juga dengan para pemilik kapital besar di kelas atas. Jadi beliau telah hidup dalam lingkup kelas sosial yang begitu luas. Dan beragam. Ceritanya, kepribadian Obama yang luwes dan toleran juga dipengaruhi oleh masa kecilnya yang berpindah-pindah negara dan kebudayaan dan macam-macam orang. Jadi buat Obama sepertinya sikap pragmatis tersebut tidak menjadi begitu muna karena bukan merupakan alat mencapai tujuan (kekayaan) tetapi telah menjadi penjiwaan dan kejiwaan. Tentu saja dengan cara hidup pragmatis beliau jadi mendapat banyak sokongan sehingga sekarang bisa menduduki posisi paling powerfull di jagad raya ini, tapi terlihat beda dengan orang-orang yang kelihatan punya jiwa sosial tetapi sebetulnya itu hanya alat bagi sebanyak-banyaknya hasrat egoisme pribadinya. Penuh sandiwara. Jadi, menarik.

Seorang teman saya memberikan komentar menarik mengenai kepribadian seorang teman saya yang lain. Katanya, "ada orang yang pandai berkawan, ada orang yang (cuma) pandai mencari kawan." Dan belakangan saya baru mengerti apa yang ia maksud setelah melihat ulang lagi perangai teman yang kami maksud tersebut. Dan saya yakin Obama bukan tipe pedagang licik, yang menjadikan pertemanan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi. Obama saya lihat lebih bisa menjiwai arti dari tujuan bersama dan relasi yang tulus. Dalam bahasa Samuel Mulia, penulis rubrik Urban di Kompas:

"Sebagai seorang teman, value sebuah pertemanan adalah bukan mencari keuntungan meski dengan berteman banyak saya mendapat banyak keuntungan. Bingung? Saya sendiri juga bingung. Kadang saya juga tak tahu apa yang sedang saya tulis."

Hahahahahahahahahahahaha..

Terakhir, dan paling sesuai dengan judul pembahasan materinya, dalam cuplikan liputan percakapan sekilas Obama yang disiarkan Trans7 tersebut terungkap sebuah fakta sikap bersahaja Obama. Ketika sang diplomat USA yang dipuji Obama sangat fasih berbahasa Indonesia tersebut menyinggung soal kunjungannya (kapan-kapan) ke Indonesia dan menyampaikan pengetahuannya bahwa Obama pernah tinggal di Menteng, di jawab oleh Obama bahwa (kira-kiranya begini):

"Oh bukan Mentengnya. Saya tinggal di Menteng Dalam. Kalo Menteng mah tempat tinggalnya orang-orang kaya boss."

Wowww. Air mata saya mau menetes rasanya. Begitu rendah hatinya presiden kulit hitam pertama di USA ini. Selain bertipe "tujuan bersama" dan tapi juga bukan PKI, percapakapan tersebut makin menunjukkan bahwa beliau sebagai orang paling kuat dan berkuasa saat ini tidak berjenis manusia-manusia konservatif yang ortodoks, feodal, jaim, puritan, salaf (hehe) apalagi pro-status quo. Ya demokrat Amerika yang berayahkan seorang muslim, seorang doktor ekonomi, diplomat, dan imigran dari Kenya ini, ga banget deh kalo urusan jaga imej. Padahal, walaupun tinggal di Menteng Dalamnya dan merasa "bukan bagian" dari komunitas orang-orang kaya, toh keluarganya (babehnya) adalah duta besar negara lain dan suami kedua ibunya, ayah dari dari adik kandungnya Maya Soetoro, adalah seorang jawa ninggrat. Obama merupakan contoh hadirnya akhlak yang menarik di tengah-tengah kebejatan dan kemunafikan manusia jaman dajjal sekarang. Menjadi penguasa di negeri paling kuat, yang sangat dibenci oleh orang-orang yang antidajjal namun akhlaknya juga engga jauh-jauh amat dari dajjal. Tentu mungkin juga tak akan sempurna dan kita juga belum melihat lebih jauh dan ke depannya. Namun setidaknya untuk saat ini Obama, fenomenamu dan akhlak yang engkau tunjukkan (termasuk toleransi pada kaum homosex dan unbelievers yang secara eksplisit engkau sebut dengan kehormatan pada pidato kemenanganmu setelah dipastikan terpilih dalam pemilu yang begitu menyita perhatian dunia tersebut) bagaikan setetes air bening yang membasahi carut marut kegersangan perangai bajingan-bajingan bernama manusia saat ini. Luar biasa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!