Dobel Review Film: T-34 dan Texas Cotton (2018)
the power of tetek bengek |
Lama
taknongol dan meng-update-i blog caem ini dengan tulis2
masturbasi-naratif yg masih fresh
ß yaelahh emangnya ikann... (cuman men-setting
re-run koleksi artikel2 lamaku yg mojok di web/situs lain), kali ini ane mensempatkan mentulis-tulis lagi nih.
Maklum (pengumuman!) akhir2 ini ANE DAPET MAINAN BARU nih, sehingga disibukkan
dengan kegiatan "main mobil-mobilan itu"; sehingga sempat break off dulu dari ngasi perhatian kepada kantong pengkocok-kocok
pikiran2 taklumrahku ini. Baru sebulan bisa menunggangi kendaraan berpoligami
(red – berroda empat, baruu lho yaa!), akhir2 ini ane sudah dibuat bosannya
saja seolah2 “empat ‘roda’ pun takcukup memuaskan...” (sebenernya sih karena
gak kuat menghambur-hamburkan keuangan untuk beli gasoline-nya, xixixixi). Karena itulah daripada makanya kini beta
kembali ke tabiat “kemaksiatan” lama, yaitu kegiatan tidak bermanfaat dan
tidak berpahala bernama nge-review film barat kafir. Mohon muuph buat
Kyiai Said Agil dari NU-kontemporer-JIL-posmoislami untuk ketidaktepatan diksi
bermuatan politisasi agama ini, hehe.
Memang
aneh dan serba berlain saja di aku nie. Orang2 sedang heboh bicarain
nominasi Oscar keak film The Green
Puke, Vice, Bohewemian Rhapsody, Akuaman, Blackkkansman, hingga Si Ridoroma Van
Mexican, aq malah me-review film ecek2 yg ntah apa ada anak milenia
yg penasaran men-searching-nya via
Mbah Google. The Favourite saja gw juga baru setengah jalan menontoninya tadi.
Dan terus terang BOSAN JUGA dengan film
selera ortodoks minat kaum elitis ini; walau biasanya aq pasti akan tamatkan
juga nantinya mantengin, krn sekalian sudah masuk waiting list gw Queen
Mary From Scotland—dibintangin Saorse Ronan si pemeran berpipi imut di
Atonement dan “nge-games-in” di Lady Bird itu—supaya ada keterkaitan epik
semi-biographisnya tentang para penguwasa “benua” Inggris sang negara empirium
kolonial sejak abad pertengahan itu.
Tadinya
sempat “menggebu” pengen mentulis review
tentang Vice (film parodi-serius
tentang vice-president-nya Mr. Bush
Jr sewaktu mengokupasi Irak session
2, ah gw lupa namanya) atau A Private War (si cantik pemeran film Gone Girl itu
TELANJANG BULAT disini lho!) karena sebagai pengamat kancah politik-international, sedikit banyak gw punya
wawasan tentang hal2 begini. Ceileee; belagak pinterrr tapi kalah
bersaing cari makan di level politik mikro-lokal dengan si idiot dungu yg
nambahin vektor saja ndak bisa, tapi sukses berbisnis rumah makan dia (urusan
perut dan kanjut, maklum kebutuhan
pokok para manusiawi), hihihi. Tapi detik ini gw sedang mood untuk bahas film “papan bawah”; dan yg mungkin tidak ada yg menontonnya juga
selain si saya yg "punya kelainan" ini.
TETEK
size-34 (selanjut disingkat T-34, biar kesannya “ilmiyyah” karena ada pake
angka-angkanya segala kayak nomor urut unsur kimiawi xixi) adalah film underdog produksi Rusia yg bercerita
tentang kru sebuah tank bajanya para kamerad
tentara merah itu. Alkisah diceriterakan tank nomor lambung 34 ini (emangnya kapal tempur coy!)
"seorang diri" mampu mengalahkan satu kuadron (kurang lebih setengah
lusin, emangnya pesawat perang coy!) tank
baja panser Jerman yg terkenal itu. Waktu itu... di tengah hujan
rintik-rintik... rombongan panser NAZI hendak meransek masuk ke Moskow
dengan terlebih dahulu melewati sebuah desa kecil, ya semacam “kota”
satelit gitu2 deh istilah jaman now-nya
mah (seingat saya dalam sejarah sebenarnya PD II, Jerman memang tidak pernah
berhasil masuk ke ibukotanya Mother Russia itu karena mereka LEBIH
MEMPRIORITASKAN menjelajah jauh ke pelosok selatan untuk mengejar ladang2
minyak di sekitar daerah Laut Hitam spt semenanjung Crimea, Chechnya,
Azerbaijan, Armenia, dan Iran; dan sebagaimana digambarkan dengan fenomenal
lewat film sniper terkenal yg gw lupa judulnya, mereka mulai kalah dan
mengalami titik balik karena gagal menang perang di Leningrad/Stalingrad{?} itu).
Kembali
ke film 1 yg hendak kita bahas, di
desa kecil tsb—walau berhasil melumpuhkan rombongan tamu tim panser
Jerman itu—tapi tentara Rusia diceritakan tetap kalah akhirnya. Diceritakan
kemudian komandan tank panser Jerman
tsb masih hidup dan kini sudah berpangkat kolonel. Sementara satu biji tank
Rusia yg tangguh itu dipimpin seorang letnan yg kininya HIDUP MERANA di tahanan
kamp konsentrasi beserta tiga krunya yg diceritakan juga masih hidup (disini gw
agak lupa apa persis semua kru T-34 bisa hidup, tapi setidaknya yg jelas gw
ingat adalah kru bagian nyetirnya yg berkumis tebal itu). Bisa ditebak
bukan alur dramatik film-nya? Ya,
singkat cerita si kolonel Jerman yg dulu sewaktu masih berpangkat kapten tank-tank-nya
dikalahkan oleh T-34 "seorang diri" tsb mencari si letnan komandan
T-34 untuk dipakai keahliannya guna melatih divisi tank baja Jerman yg kini dipimpin si kolonel. Ya, ceritanya perang
belum selesai (sebagaimana umum kita tahu, NAZI third-reich ini
"musnah" setelah tentara sekutu Anglo-Saxon {Inggris-Amerika} masuk
dari arah barat Berlin berbarengan dengan kamerad2 Rusia menguasai bagian timur
Tembok Berlin).
Cara
melatihnya adalah dengan memberi kesempatan kepada si letnan tahanan itu untuk
menghidupkan lagi “sebuah rongsokan” mesin tank
baja jenis T-34 ini—eh iya, bukan nomor "lambung" ini ya sob—bersama
anak buahnya untuk kemudian menjadi sasaran serangan panser2 Jerman (lagi!).
Ya, sejarah berulang. Tentu saja namanya buat latihan, T-34 tidak dikasihi
amunisi/rudal. Ia hanya bisa jalankan roda2 bajanya saja untuk dilihat
kemampuannya mengkelabui (lagi!) panser2 Jerman. Singkat ceritalah dan lagi
pula ini klise: T-34 berhasil dapat "logistik" sehingga bisa menembak-nembakin
markas Nazi-Jerman tempat mereka di tahan itu dan tentu saja lalu kabur.
Kebetulan hanya dalam radius beberapa kilogram ke arah selatan, mereka bisa
tiba di Ceko dan selanjutknya ke arah timur adalah Ukraina (yg awalnya adalah
bagian dari Soviet, lihat aja peta coy klo ndak percaya!). Oke review-nya gw persingkat lagi saja
karena ending-nya toh juga klise.
Yakni: di sebuah kota kecil, pada akhirnya T-34 ini lagi2 bisa mengalahkan
rombongan panser Jerman yg lagi2 dipimpin kolonel itu lagi2. Dan lagi2, eh,
dan tentu saja kemudian ada adegan dramatik klisenya untuk “menguras” air mata
penonton supaya dibuat tumpeh2. Yakni: ketika si kolonel Jerman hendak
diselamatkan oleh si letnan Rusia/Soviet, ia malah memilih untuk mati sembari
"memberi hormat" karena kembali dikalahkan oleh orang yg MEMANG LEBIH
KOMPETEN!
Tapi tidak
semuanya adegan klise. Makanya gw memutuskan nge-review film biasa2 saja ini. Jika Anda ingin melihat “hal
paling romantis” yg bisa dilakukan sesosok cowok kepada seorang cewek gebetannya
tontonlah film ini gan! Harusnya
tidak saya diceritakan, karena akan mengurangi kenikmatan ketika
menontonnya tanpa tahu/spoiler sama
sekali; tapi sudahlah saya taktahan lagi kagok udah nge-review kubuka rahasia aja ya, muncrat2 dah! STOP MEMBACA TULISAN
SAYA INI jika Anda ingin merasakan sensasi full
hal romantis yg saya janjikan akan Anda temui dalam film ini. Stop sekarang juga yaaa. Tapi baiklah, jika Anda juga
sudah tidak tahan untuk melihat bocorannya, ini dia. Ini adalah sebuah romantisme
utopis alias peristiwa yg tidak akan pernah Anda lihat terjadi di dunia
nyata walaupun sebetulnya sangat memungkin saja untuk terjadi. Karena untuk
membentuk peristiwa ini terjadi hanyalah dibutuhkan “tiga bahan” yg tidak sulit
untuk ditemukan keberadaannya: satu manusia berkelamin pria + satu manusia
berjenis wanita + sebuah tank baja,
hehe.
Jika
kamu wahai para Lady's, atau kamu para cowok tajir berpikir datang nge-date ngejemput ke rumah betina
incaran elu dengan make mobil sporty
bin mahal bin prestisius itu keren dan menyilaukan, eitsss tunggu dulu. Tontonlah
film ini supaya Anda ngerasa minder
jadinya mampunya "cuma segitu". Ya, ini tentang kendaraan atau TUNGGANGAN
KAUM LELAKI yg bikin para betina (dan para calon mertua) ijo matanya itu.
Sebelum berhasil keluar dari kamp
tahanan divisi tank baja Jerman itu,
si letnan komandan T-34 ini ternyata sempat menjalin percintaan dengan seorang
tahanan wanita Rusia yg bisa "bebas" keluar masuk karena ditenaga-perbantukan
sebagai penterjemah dan sepertinya dapet “job” tambahan sebagai gadis pemuas
nafsunya para perwira Jerman juga. Jadi gw to the point aja ya. Menjelang tank
T-34 berhasil keluar, si cewek ini juga berhasil keluar dengan status tahanan
spesial yg dimilikinya. Alhasil, kemudian si cewek Rusia ini—sorry gw lupa namanya, walau cantiknya
minta ampun sehingga bikin “tegang” selalu kalo diingat-ingat, hehe—duduklah
menunggu kedatangan T-34 ini (kalau si letnan dan kru-nya berhasil keluar
ya) di sebuah "semacam halte" bis kota yg tidak begitu jauh dari kamp tahanan itu. Walaupun sesosok
cowok metal, hati gw dibuat berbunga-bunga dengan scene adegan ketika si cewek yg “terpekur” menunggu itu melihat di
ujung jalan sana muncullah simsalabim
tank T-34 ini (yg akhirnya berhasil
keluar dari kamp) datang menjemputnya.
Tiga orang ibu2 Jerman yg kebetulan sedang duduk juga di "halte" itu
sampai dibuat pingsan gara-garanya; karena gak masuk akal aja ada cowok yg nge-date ceweknya bawa tank baja!
Ok,
sudah kepanjangan nih. Film Texas
Cotton adalah sebuah film (juga) tidak
bermutu secara sinematografi, pun jalan cerita; tapi bagiku menarik untuk
bahan analisis topik atau ekstraksi nilai dari ceriteranya. Singkatnya ini
adalah tentang seorang walikota sebuah kota kecil penghasil kapas (kota apa
desa seh?) di negara bagian Texas yg berupaya menguasai properti atau lahan
dari penduduk kota kecil itu satu demi satu dengan cara2 yg "cerdas"
dan "beradab". Sebagaimana umum kita ketahui dalam sejarah peradaban
manusia, yg diangkat menjadi pemimpin itu biasanya adalah orang2 kaya yg
pitihe lah baserak kama-kama dengan
atas nama charity/donasi/sedekah? Dan
jika Anda punya wawasan luas tentang bagaimana "uang dihasilkan"
tentu Anda bisa mengerti bahwa "donasi" itu tidak diciptakan dengan menjentikkan
jari saja sebagaimana "tuhan" Thanos memusnahkan setengah ummat-nya. Ujung-ujungnya SIKLUS
KESEIMBANGAN SEMATA soal "aliran" ekonomi ini: bagaimana yg dari atas
mengucur ke bawah dan yg dari bawah bagaimana caranya supaya bisa kembali menguap
ke atas juga tuh, xixixixi.
Singkat
review saja, satu demi satu penduduk
kota kecil itu pindah ke tempat lain karena lahan pertanian disana sudah
kering tandus-kerontang. Usut punya usut, ternyata si walikota lah biang
keroknya dengan "menyemprotkan racun" ke lahan masyarakat sehingga ia
bisa beli asset dengan harga murah.
Sebetulnya banyak juga yg pengen gw bahas tentang film ini, karena lagi2 ini kita akan membicarakan tentang CARA
KERJA UANG KE MANUSIA, qiqiqiqiqi, yg mana merupakan minat gw juga untuk
mengamatinya. Yaelahhh, mengamati aja; dapat bagiannya kapan? Ya sudahlah, gw
udah capai ngetik; klo jujur kojur
biar sajalah yg mau ikut ngedan—penurut-patuh-kompromistis-normatif—saja biar
ikut kebagian sebagaimana ramalan pujangga Ranggawarsita tea! Ya,
sebagai lelaki pemilik kontol/penis juga, gw paham betul otaknya tenaga pria di
umur 30-an yg full of energy ini:
cuma empat hal yg paling penting (sebenarnya) bagi kami dalam hidup yg fisik
dan kongkrit nie:: yaitu::: uang, perempuan, uang, perempuan. Riil! Bisnis,
politik-silaturrahmi, bahkan agama-ibadah-dan do’a2, semua itu hanyalah "sarana"... Ada yg sudah
keladi tua bangka kontoloyo juga masih begitukah isi kepalanya yaaa, xixixixi?
Lagian, klo nggak juga dapat "bagian", menurut Anda bagaimana saya
bisa “membuang-buang waktu” menulis "gratis" di blog ini sesukanya untuk dinikmati oleh Anda sepuasnya? Berarti
juga EDANNN, huehue.
Komentar
Posting Komentar
silakan komen yaw mmmmmmuuuahhhhh