Review Film Mary Queen of Scots (2018), Kisah Kegagalan yg Dihadapi dgn Kepala yg Tetap Tegak

teknik bikin anak

Sebenulnya ini bukanlah film yg hebat2 banget, walau klo dibilangin film yg biasa2 ajah—kayak yg gw review pd postingan generasi terdahulu—yaaa agak lebih dikitlah ini. Meski low budget tdk sefoya-foya modal Gladiator atau Braveheart utk setting (utamanya utk adegan kolosal) misalnya, toh artis papan-atas—dgn bayaran mahal tentunya—BERDERETAN MENGISINYA. Dan tentu saja syarat bagi gw utk sebuah film layak review adalah nilai2 moral cerita yg menarik buat gw utk dipetik darinya—jadi yg sebetulnya dilakukan si gw ini bukan review teknis industri per-film-annya, tapi lebih ke "industri" ceriteranya. Meski film pop dan blockbuster sekalipun macam Avengers: Infinity War, pun serial lejendaris StarWars yg tentu hanya hiburan dangkal tanpa perlu pendalaman apa2 bagi kaum penonton pd umum, tapi si gw ini kadang merasa perlu juga menggali nilai2 ceriteranya. Terlebih produk seni pop juga bukankah potret legislasi dari kebudayaan massa dan zamannya (dan pikiran2 manusia yg hidup di dalamnya).

Ratu Mary: “Apa kau takut, Henry?”Suaminya: “Tidak....”Ratu Mary: “Bagus. Karena pedang kita bukan hanya untuk hiasan.”

Kisah tentang Mary Stuart seekor ratu Inggris (tepatnya Skotlandia, di bagian utara pulau) yg aslinya berdarah Prancis di abad pertengahan ini kurasa menarik utk dibincangkan dan dipergunjingkan. Tadinya kupikir ini penguasa Inggris yg sama dgn era Queen Anne yg lesbian itu—film The Favourite, salah satu pemenang Oscar tahun ini—mengingat Queen Elizabeth I di film ini juga tidak menikah hingga tuanya, ternyata tidak. Si gw bahkan sampai2 tumben baca2 dulu di Wikipedia tentang sekelumit periodesasi ketakhtaan di Britania Raya yang tak kalah panjangnya dari dinasti2 kekaisaran Cina. Kalok salah satu penguasa Cina kita mengenal dinasti Ming dari Manchuria, maka di film ini kita akan memotret dinamika kekuasaan wangsa Tudor (dari nama nenek moyangnya Margareth Tudor) dari negara “Brexit” tsb—konon penguasa monarki Inggris sekarang dari klan ini jugalah, klo ndak salah pengaruh bahasa Prancis pd aksen English keluarga kerajaan mungkin ada hubungannya dgn ibunya Ratu Mary yg berasal dari Eropa daratan. Bahkan kemudian baru dari Wikipedia itu gw ngeh klo William Shakespeare hidup pada sekitar zaman Ratu Mary I (dan Elizabeth I) ini hingga Raja James anaknya (pernah dengar Alkitab versi King James?); yg tentu saja sbg TOKOH TONGGAK SASTRA DUNIA menjadi ikon yg penting kita perhitungkan eksistensinya dlm dinamika ideologi dan kebudayaan para manusiawi di dunia fana ini. Apalagi di tengah kehidupan para politikus manusiawi itu yg kita lihat dimana2 bersiasat dan beradaptasi utk kesuksesan perikehidupannya—dan itu wajar saja, human nature, the fittest survival. Entah dgn modus kejahatan krah-putih, bule colar crime, syubhat fiqh-kontemporer, ataupun yg merasa segala daya upaya perjuangan hidupnya adalah halal2 saja supaya yakin dan optimis2 aja. Membunuh yaa membunuh secara syar'i, menyingkirkan kompetitor yaa asal secara syar'i, korupsi-sogok dan rampok (fa'i) gak apa2 asal memenuhi rukun formalitas syar'i, bahkan menjilat pun dilakukan secara syar'i (Anda sudah pernah dengar bohong yg syar'i?).

Itulah manusia; banyak akalnya. Kato urang Minang: banyak aka banyak rasaki, kurang aka lambek babini! Di tengah-tengah bejibunnya manusia2 kebanyakan di kaki piramida 80% populasi yg memperebutkan 20% kue ekonomi planet bumi ini (kritikus komunis detected!), DI ANTARA ORANG2 YG HARUS MENUNDUK DAN MEMBUNGKUK sebagai strategi harmonisasi kasta sosial-ekopolitik konspirasi panah-naik bagi jatah sebaran kemakmuran tersebut, kisah Si Ratu Mary yang di awal dan akhir cerita film kepala "congkaknya" dipenggal oleh sepupunya Ratu Elizabeth ini gw rasa perlu dan penting utk dibahas. Lho, koq di awal dan akhir cerita? Gak langsung putus nih batang kepalanya? Lama banget scene tebasannya, sampai habis satu rol film isinya cuma satu adegan itu saja? Penasaran kan? Daripada menghibur diri dgn jawapan males: ah namanya juga film, mending you tonton saja ceriteranya. Konon dlm kisah sebenarnya versi Wikipedia, kepala Nona Mary Stuart ini memang tidak putus oleh golok sang Algojo hanya dlm sekali tebas saja... ngeriii ya!

Suatu waktu di sebuah pantai yg sunyi di Skotlandia tsb, mendaratlah Mary Stuart bersama rombongan prajurit dan dayang-dayangnya. Kasihan sekali pemodal film ini: bahwa peristiwa tsb hanya mampu di-film-kan dgn properti mirip kapal nelayan sederhana mirip kepunyaan masyarakat miskin di Pasie nan Tigo, kecamatan Padang Utara, hehe. Masyarakat yg menyambut kedatangan pewaris takhta kerajaan di Skotlandia inipun cuma digambarkan beberapa org saja yg terbengong-bengong mirip masyarakat Pasie nan Tigo menyaksikan sesi foto pre-wedding anak2 orkay dari perumahan pusat kota. Sehabis manjando ditinggal mati suaminya yang jadi Raja di Prancis, Mary memutuskan mengambil kembali mahkotanya di Skotlandia dari sepupu haramnya (ANAK DARI GUNDIK RAJA) James siapalah gitu (lupa euy nama persisnya teh). Tanpa konflik digambarkan Mary pun naik tahkta di umur yg masih cukup muda. Sebetulnya dari ceritera aslinya yg gw baca di Wiki sih ibunya Mary (sang ibu suri atau permaisuri raja sebelumnya) yg masih hidup sangat berperan bagi peristiwa suksesi ini, tapi dlm film ini beliau sama sekali tdk dihadirkan.

Sementara tak jauh di selatan sana, Queen Elizabeth I saat ini sedang bertakhta pula di Buckingham Palace (klo ndak salah ratu Inggris saat ini adalah Queen Elizabeth II, lebih dari 500 tahun dari waktu dlm film ini). Usut punya usut mereka ini adalah sepupuan. Gw juga agak mumet dgn silsilahnya krn raja2 ini doyan kawin-cerai (sebagian perkawinan itu juga modus politis utk bikin anak2 penerus takhta) dan bahkan memproduksi keturunan haram jadah segala—Ratu Elizabeth I ini gw baca di Wiki juga naik tahkta setelah gejolak suksesi dari raja dan ratu lain sepersepupuannya di massa yg sama, namun akhirnya Elizabeth-lah yg paling stabil dan lama berkuasa hingga memimpin kejayaan Inggris era Shakespearean. Mary Stuart ini kira-kiranya punya kakek yang sama dgn Elizabeth (Raja Henry V atau VI gitulah). Konon, MARY LEBIH PUNYA HAK ATAS TAKHTA KERAJAAN INGGRIS dibanding Elizabeth (yg agak ribet juga utk dijelaskan) tapi kemudian kita lihat dlm film ini (pun begitu sejarah sebenarnya) anak Mary (James) kemudian jadi penerus mahkota kerajaan Inggris (Elizabeth memilih tetap menjadi perawan tua); sementara Mary sendiri dipenjara dan dipenggal kepalanya krn dituduh berkonspirasi utk "mengkudeta" Elizabeth. Menariknya dlm salah satu versi sejarah sebenarnya, Elizabeth mengaku meski menandatangani surat hukuman bagi sepupunya itu tapi ia sudah berusaha agar surat keputusan tsb tidak pernah sampai (dlm artian ia ingin hukuman tdk jadi dilaksanakan/ia hanya terpaksa meneken surat hukuman krn kewajibannya sbg pemimpin negara utk menghukum pemberontak yg konon bukti keterlibatan Mary dlm pemberontakan itu pun dipalsukan, maklum banyak sengkuni dan politikus yg bermain utk kepentingannya masing2 di level PENJILAT KASTA BAWAH).

Singkat cerita di suatu masa kekuasaan Mary di Skotlandia goyah—termasuk disini ada isu aliran keagamaan antara Mary yg setia pd Katolik Roma vs Protestan versi Inggris yg kemudian sekarang kita kenal dgn sistem gereja ortodoks Inggris, bigot yg lebih radikal lagi dlm melawan Paus lari ke benua Amerika, makanya kini kita mengenal rakyat Amerika Serikat itu lebih fanatik kekristenannya dibanding Eropa. Kembali ke film, setelah sempat bikin anak/penerus dgn mengawini kalangan bangsawan juga yg masih sepupu lainnya—konon ada riset yg meneliti kebiasaan kawin dlm hubungan keluarga dekat di monarki Inggris ini—hingga konspirasi kematian sang suami ratu ini dan ia kawin lagi dgn pengawal setianya yg masih bangsawan juga, Ratu Mary I ini kemudian tersingkir dan turun takhta. Suami ketiganya itu (pertama seorang raja di Prancis tadi) bahkan kubaca di Wiki dihukum penjara hingga mati terantai di Skandinavia; dan konon mumi mayatnya sampai sekarang masih ada di lokasi (ia seorang laksamana alias jenderal yg punya armada angkatan laut yg punya istri sebelumnya putri kerajaan di Denmark atau Norway gitu). Biasalah ya, konflik dan politik konspirasi kekuasaan kekerajaanan. Kemudian sampailah kita ringkas saja resensi ke adegan dimana—YAA DIMANAAAA, EMANG LO MAU LARANG PAKE ‘DIMANA’ SBG KONJUNGSI—Mary bertemu Elizabeth di sebuah rumah gubuk yg wallpaper-nya sering kita lihat di dekstop OS Windows hehe. Ada sejarawan yg membantah keras adegan yg satu ini dan meyakinkan bahwa duet duo-ratu ini tidak pernah bertatap muka secara langsung. Tapi film ini sendiri berdasarkan sebuah buku karangan sejarawan lain yg mengklaim punya bukti dokumentatif bahwa pertemuan itu memang terjadi. Alahhh, dokumentasi abad ke-16 cemana pulak yaa. Jangankan foto Instagram, mesin cetak Guttenberg itu saja juga baru sekitar abad2 segitu klo ndak salah penemuannya. Klo kertas memang sudah lama "diciptakan" org Cina yg jaraknya hitungan tahun berkuda dari Eropa.

Tapi menarik adegan pertemua Mary dan Elizabeth ini dan memang poin gw kali ini mengambil ekstraksi nilai cerita fokus utamanya adalah pd bagian ini dulu saja ya. Entah bener fakta ataukah hanya imajinasi sang sutradara saja utk mengkonstruksi debat surat menyurat antara dua sepupu ini, disini diperlihatkan bagaimana Elizabeth yg tadinya punya niat "sedikit membantu" Mary yg lari dari kerajaannya sendiri kemudian malah kecewa krn "keangkuhan" Mary yg mengatakan bahwa DIRINYALAH YG LEBIH BERHAK ATAS TAKHTA ELIZABETH I di Kerajaan Inggris saat itu. Setelah peristiwa bermomentum tsb, Mary kemudian dipenjara belasan tahun hingga akhirnya dipenggal di awal film (atau akhir cerita?). Udah, sekian dulu review gw. Banyak memang yg tadinya hendak mau diomongi. Tapi berhubung hari mulai gelap dan posisi kompi tempat ngetik ini kurang pas klo pakek lampu, gw memilih menahan hasrat dulu. Lain kalilah mungkin ditambahkan pas upload ke net nanti ataupun mungkin juga tidak gw gak janji, hihihihi.

Ustadznya: “And do I understand? No more than I understand God.”Queen Elizabeth I: “It is my choice.”Ustadznya: “God would have a woman be a wife and a mother. So you defy his will.”Queen Elizabeth I: “No. I choose to be a man. And marriage is dangerous!”Mary Queen of Scots (2018)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!