ANTARA VARIASI ESTETIS DAN KERUMITAN GRAMATIKAL

Termasuk ke dalam sebuah kumpulan cerpen yang secara tematis terlihat dihadirkan untuk ‘mempertanyakan cinta’, cerpen “Malamnya Malam” seperti mempunyai tempat tersendiri. Secara kasat mata, cerita ini ditempatkan pada urutan paling akhir. Kedua waktu pembuatannya merupakan yang paling awal dibanding yang lain, yakni tahun penulisan 1982, serta waktu pengerjaannya yang dalam kurun 2 tahun, yakni sampai 1983. Ketiga, ‘tipikal’ judul cerita serta bentuk pemaparan cerita yang secara kuantitas termasuk golongan minimalis dibanding dan dalam keseluruhan cerpen dalam kumpulan ini. Tipikal judul cerita mayoritas cerpen ini terasa dekat sekali dengan tema seperti yang ditandai dengan kata-kata : lelaki, perempuan atau cinta. Bentuk pemaparan cerita yang sepenuhnya berbentuk narasi juga hanya terdapat pada beberapa cerpen saja. Dan penulis menilai paparan narasi dalam “Malamnya Malam” ini pulalah yang paling penuh bentuk kenarasiannya dibanding beberapa yang lain itu. Salah satu bukti, yang sekali lagi,secara kasat mata dapat dengan mudah kita lihat adalah bahwa dalam cerpen naratif lain masih ada setidaknya satu dua dialog batin tokoh yang diberikan pengarang sepenuhnya pada tokoh dengan ditandai pemberian tanda baca langsung, sedang dalam “Malamnya Malam” tak ada barang satu katapun yang diberi tanda kutip langsung. Dialog batin tokoh pun sepenuhnya dipaparkan pengarang. Terakhir, cerpen ini merupakan teks dengan bentuk paparan yang menggunakan kalimat paling kompleks dan ‘rumit’ dan melelahkan. Cuma, karya sastra, sebagai tulisan yang mengkreasi bahasa, harus kita teliti dengan berangkat pada pemahaman bahwa kerumitan kalimat tersebut jangan-jangan merupakan upaya mengkreasi bahasa atau jangan-jangan upaya kreatifnya itulah yang mengakibatkan kerumitan kalimat. Ketegangan antara pencarian estetis baru dan keterikatan pada tata aturan dan atau logika ilmu bahasa saling menindih dan menerjang dalam cerpen ini. Hal inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini.


Dan, dan, dan, dan, dan...

Seperti yang telah disebutkan di awal, ada dua hal yang akan dibahas, yakni upaya kreatif dalam pencarian variasi bentuk-bentuk berbahasa dan katakmanutan pada kaidah bahasa yang bisa mengakibatkan ketidakjelasan utaraan. Masing-masing bagian akan diambil satu contoh saja sebagai sample sebab keterbatasan ruang tak memungkinkan untuk mengurai seluruh kalimat dalam cerpen ini. Namun yang perlu dicatat, karena seperti disebutkan di awal tadi, bahwa terjadi pertumpang-tindihan dan barangkali juga percumbuan mesra antara dua hal yang berseberangan ini, maka setiap bicara tentang yang satu begian tentu terkait juga dengan materi yang satu lagi. Untuk materi pertama akan diuraikan tentang variasi estetis pengarang dengan mengambil contoh paragraf pertama pada cerpen ini.
Seperti yang jadi judul bagian ini, perhatikanlah seringnya penggunaan kata dan pada paragraf ini. Secara variatif, kata dan ada yang berfungsi sebagai penyambung antar kalimat, antar klausa, antar predikat, dan dalam satu kalimat berfungsi sebagai penyambung rincian objek. Konstruksi paling dominan adalah penempatannya sebagai penyambung antar predikat. Pemberulang-ulangan kata dan ini tentu meghasilkan efek estetik bagi karya namun di sisi lain juga bisa menimbulkan kekurang-berjelasan dalam mengatur unsur-unsur kalimat. Pada kalimat pertama kita menemukan penyambungan antar klausa menjadi satu kalimat menggunakan urutan kata sambung dan-sementara-dan. Pola seperti ini tentu dipandang kurang terkaidah jika dilihat dari struktur bahasa. Setelah kita dihadapkan pada hubungan perbandingan antara klausa tiga terhadap kalusa satu-dua yang setara, tiba-tiba kita masih harus berhadapan dengan hubungan klausa tiga dengan klausa empat yang bersifat akibat-sebab. Tentu atas nama kemudah-dicernaan kalimat, pembaca berharap agar kalimat ini ‘diatur’ lagi supaya lebih sederhana dan ‘lancar’ membacanya, tapi dari segi estetik ternyata kita mendapatkan efek ritmik dari perulangan bunyi dan pada awal klausa dua dan awal klausa empat.
Dalam kalimat ketiga paragraf ini, didapatkan juga efek ritmik yang lebih dahsyat lagi dengan diulang-ulangnya kata dan beberapa kali. Cuma lagi-lagi harus terganggu dengan ketidaksepolaan antar klausa, dalam ilmu tatabahasa hal ini dicap dengan jargon tak setara. Antara klausa pertama dan kedua disambung langsung (perurutan langsung antar prediket) sehingga terlihat jadi satu klausa, lalu dengan klausa selanjutnya dimulailah pola sambungan tak langsungnya. Dalam rangkaian sambungan tak langsung antar prediket inipun ditemukan pola yang berbeda dalam hal jenis prediketnya. Ada yang tak diikuti kata-kata selanjutnya alias verba intransitif, ada yang diikuti objek saja, ada yang objek plus keterangan, ada yang keterangan doang, dan ada yang keterangannya itu sangat panjang. Semua seperti ditempatkan dalam pola yang acak, sehingga secara struktur dalam hal tadi kalimat tersebut tak lagi menunjukkan keritmisan.
Dalam paragraf lain kita bakal mendapati dan sebagai penyambung antar paragraf dua buah. Antar masing-masingnya diselingi satu paragraf tanpa diawali kata dan. Konstruksi ini cukup menghadirkan efek estetis. Selain ini tentu juga terpengaruh dengan penggunaan kata dan yang ‘royal’ pada paragraf-paragraf lain seperti contoh pada paragraf pertama.

Kekurang jelasan acuan setiap unsur

Untuk contoh kita akan mengambil kalimat empat paragraf dua. Sungguh ‘teramat betul-betul sangat’ banyak kata yang yang digunakan. Ada tujuh ‘biji’ kata yang terdapat dalam satu kalimat. Tapi kita tak usah terlalu tertakjub-takjub dengan pesona ‘yang’ dihadirkan. Biar tak terlupa dari tugas ‘yang’ harus ditunaikan. Marilah kita mulai penganalisisan secara gramatik terhadap kalimat kompleks dan mempesona ini. Dengan tidak mempersoalkan penggunaan kata dan di awal kalimat, kita mendapati bahwa kalimat ini merupakan jenis majemuk dengan klausa pertama berpola keterangan-predikat-subjek dan klausa kedua berpolakan keterangan-predikat-objek-keterangan dengan (uh! sayapun tak bisa menghindarkan diri dari menulis kalimat yang ini secara kompleks juga) catatan tambahan bahwa dalam klausa kedua terjadi pelesapan subjek, dan satu lagi catatan: Keterangan klausa kedua merupakan kumpulan kata-kata yang jumlahnya hampir mencapai ¾ kourum dari keseluruhan kata-kata dalam kalimat ini, dimulai dari berakhirnya kata terakhir fungsi objek dalam klausa kedua hingga berakhirnya kalimat.
Lalu masalah apa yang timbul dari struktur kalimat seperti itu? Pertama pembagian pola fungsional kalimat yang telah dilakukan di atas pun masih diragukan seandainya kita beranggapan bahwa klausa kedua dianggap hanya keterangan frasais dari subjek pada kalimat pertama atau dalam artian subjek klausa pertama telah mengalami perluasan subjek yang begitu ‘hebat’ sehingga kita anggap kalimat ini hanya terdiri atas satu klausa. Sayang, barangkali, ada penggunaan tanda koma antara subjek suara merdu dengan ‘sebrek’ kata-kata berikutnya. Itulah sebab dipilih opsi pembagian gramatikal seperti ditulis di awal. Kalau tidak, tentu bakal lebih dahsyat lagi kita membicarakan struktur kalimat ini sebab berhadapan dengan sebuah perluasan subjek yang tak tanggung-tanggung luasnya. Sementara, berdasarkan yang penulis ketahui, pembahasan bidang keilmuan linguistik sendiripun tentang ini masih belum memadai (sekali lagi sepengetahuan saya). Maka, apa yang harus dilakukan jika harus secara tertib dan taat kaidah melakukan analisis gramatikal (bukan sekedar mengikuti logika sendiri) terhadap hal yang disebutkan di atas?
Kembali ke analisis terhadap kalimat di atas, kedua, berdasarkan asumsi bahwa kalimat yang ‘baik’ itu memiliki keterpusatan pokok pikiran sehingga ‘memudahkan’ penilaian dan penganalisisan wacananya, pada klausa kedua, yang memiliki Keterangan super-panjang itu, kita menghadapi ke-bertebar-an ide dan peniadaan fokus terhadap topik. Pada setiap penggunaan kata yang, yang menyambung sekian kata-kata dalam kalimat kompleks ini, kita bisa menemukan bahwa wacana pada kata-kata sesudahnya mengacu pada kata-kata ‘yang’ sebelumnya, bukan pada topik kalimat. Barangkali kasihan kita melihat bahwa topik pada klausa ini (tentang suara yang memanggil tukang bakmi) harus terlupakan ketika kita berhadapan dengan cerita tentang malam yang dingin (dingin mengacu pada malam), berhadapan dengan cerita tentang hujan yang deras, deras yang menghanyutkan, dst...dst. Padahal jika kalimat ini mau jadi ‘anak baik’, sebaiknya setiap konstituen atau unsur yang terdapat dalam fungsi Keterangan klausa kedua kalimat ini, mengacu pada topiknya, ‘yang’ terdapat pada fungsi sebelumnya. Belum lagi kita ‘menghadapi kenyataan’ bahwa klausa kedua merupakan sebuah keterangan dari klausa pertama. Ya, tambah bertebaranlah pokok pikiran

***

Satu hal yang perlu dicatat adalah fakta bahwa kalimat tersebut merupakan kutipan dari sebuah cerpen. Cerpen, sebagai salah satu genre sastra – yang mengkreasi bahasa, wajar kita ‘ketemukan’ lagi nakal mempermainkan unsur-unsur bahasa. Dalam kumpulan cerpennya sendiri ( yakni : “Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta” ), ia pun mendapat tempat tersendiri sebagai cerpen dengan kalimat terkompleks, barangkali terumit, tapi yang pasti melelahkan. Kerumitan yang didapat dari cerpen ini sebenarnya bukan pada isinya ( dalam kumpulan cerpennya tadi masih banyak cerpen lain yang lebih rumit secara isi ), melainkan pada struktur kalimatnya. Betul-betul pada struktur kalimat doang. Pada isi dan teknik cerita sebenarnya sederhana saja. Namun fenomena menarik yang didapat adalah bahwa sturktur kalimat yang rumit ini mungkin juga berpengaruh pada timbulnya ketakjelasan pada struktur cerita pada beberapa bagian. Terlalu sibuk dan bersemangatnya pengarang untuk mendeskripsikan suasana dengan sangat, sepertinya, terdesak-desak dan memaksa-maksakan, berakibat pada lupanya ia mengatur posisi dimana tokoh berperan sebagai pencerita. Dan ini, sekali lagi, diduga karena tipikal kalimat yang sangat memanjang-manjang, dan seperti dijelaskan di atas, membuat bertebarannya pokok pikiran.
Terakhir, dari segi variasi kreatifitas bahasa, sebetulnya gaya itu cukup menarik. Cuma sekarang bagaimana mengatur supaya pola yang dikreasi tidak membingungkan, alias masih bisa dianalisis logikanya, dan jangan sampai malah menimbulkan efek pada hal lain, seperti struktur cerita dalam hal ini.





-------------
-------------
keywords, content:

bunyi bunyi puisi rima statistik fonem fon puisi poe poet sajak sanjak cerpen short story sastra sastera literature analisis teori penelitian posmodernisme kontemporer medan makna semiotik semiotika resepsi sastra estetika resepsi pembacaan karya sastra

bunyi bunyi puisi rima statistik fonem fon puisi poe poet sajak sanjak cerpen short story sastra sastera literature analisis teori penelitian posmodernisme kontemporer medan makna semiotik semiotika resepsi sastra estetika resepsi pembacaan karya sastra

bunyi bunyi puisi rima statistik fonem fon puisi poe poet sajak sanjak cerpen short story sastra sastera literature analisis teori penelitian posmodernisme kontemporer medan makna semiotik semiotika resepsi sastra estetika resepsi pembacaan karya sastra

puisi cinta love aku sendiri alone tuhan god sunyi sepi alone indah beautiful hati heart hidup life

puisi cinta love aku sendiri alone tuhan god sunyi sepi alone indah beautiful hati heart hidup life

puisi cinta love aku sendiri alone tuhan god sunyi sepi alone indah beautiful hati heart hidup life

komputer computer website situs blog html adsense internet bunga flower taman garden

komputer computer website situs blog html adsense internet bunga flower taman garden

komputer computer website situs blog html adsense internet bunga flower taman garden

uang money lowongan pekerjaan job pns cpns beasiswa gratis free mobil car politik obama bin laden bush europe eropa islam moslem buku book phone diskon asia indonesia minang kabau padang city

uang money lowongan pekerjaan job pns cpns beasiswa gratis free mobil car politik obama bin laden bush europe eropa islam moslem buku book phone diskon asia indonesia minang kabau padang city

uang money lowongan pekerjaan job pns cpns beasiswa gratis free mobil car politik obama bin laden bush europe eropa islam moslem buku book phone diskon asia indonesia minang kabau padang city
-----------------
-----------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!