Menyusuri Dunmay, Dari PKS Hingga PSK
Menarik menyimak klaim Akun Twitter Hafidz Ary tentang ke-PKS-an
Walikota Bandung Ridwan Kamil. Dengan menyuguhkan data dan fakta yang
mendukung saja, alumnus Inst Tekno Babakansiliwangi yang tidak terlalu
mahir bahasa arab tapi sok tahu tentang Islam ini--persis seperti aku
ini yang gemar benar menyaksikan dialektika frontal antar sesama yang
tahu hingga paham betul ilmu bahasa arab--menunjukkan bukti-bukti cukup
intensif kepada pemirsa twitlandnya tentang "baia't" senior almamaternya
Kang Ridwan--yang pernah harus jauh mengais rezeki tuhan ke negeri
kafir amrikiyah tersebut--kepada embrio khilafah/khafilah versi PKS.
Salah satunya ketika Kang Hafidz ini lagi "maen" menyambangi Balai Kota
(hebat ya) dan kebetulan 'nge-gap' Pak Wali lagi ngobrol-ngobrol dengan
(semuanya?) kader PKS membicarakan masa depan keislaman rakyat Bandung;
mungkin agar bebas dari pengaruh "sepilis", "syiah", dan "wahyudi".
Kalau soal agama "diduga majusiyyun", Ustadz Hafidz ini mungkin tidak
terlalu 'kenceng'; setidaknya 'khabarnya' taktik hingga Pileg 9 April,
ketimbang "saudara-saudara" sepupunya yang lebih 'radix' dan tegas
menusuk dari dalam susah payah disembunyikan. Kentalnya "keislaman"
Bandung dan Jabar sangat aku 'fahami' (sekitarin 7 tahun mukim disana)
tapi sulit bagiku bayangkan kota lautan cinta dan asmara tersebut ada
dalam mimpi yang sama bagi Ridwan Kamil (sebagai urang sunda) dengan
entitas PKS sebagai 'jabhah/front' terbesarnya "sekte harakiyyun"
Ikhwanul Muslimin dari Mesir di Republik Indonesia. Meski ini sudah
dengan catatan kepada moderatisme-an ala Hasan al-Banna hingga praktik
paling sekulernya di Turki kini. Tapi sulit bukan berarti mustahil.
Barangkali inilah yang diyakini kader-kader PKS yang barangkali
kebanyakan dimotivatori oleh "Nabi" Mario Teguh dan melihat sosok beliau
sebagai mujtahid yang bisa mengkontekstualisisasikan sunnah rosul untuk
hidup "enak" di zaman perbankan ribawi dan perbudakan kontemporer ini.
Tapi saya melihat arah angin lain ketika Kang Hafidz mengobar-kibarkan
lagi nama Ridwan Kamil ini. Tentu bisa kita pahami faktor
kepentingan/strategi politisnya, beda dengan Ustadz Ahmad Heryawan, Kang
Ridwan bukanlah kader internal. Sementara suara rakyat di zaman Jokowi
ini (mantan walikota Solo) juga melihat Ridwan Kamil (Bandung) sebagai
capres potensial. Terlebih nama Bu Risma sebagai walikota Surabaya juga
tengah berkobar. Dua di antaranya adalah kader PDIP yang berstigmakan
paling berjarak dengan kalangan yg distigmakan islamis. Tentunya
popularitas dan eforia terhadap Ridwan Kamil sangat berharga untuk tidak
dimanfaatkan; beda nasib dengan nama-nama capres internal kader PKS
seperti Ustadz Anis ataupun Hidayat yang rentan terkeret kasus korupsi
kuota impor sapi, selain terlalu kentalnya stigma islamis bukan
nasionalis yang jadi market pemilih terbesar. Lebih tercium lagi aroma
strategi politikingnya ketika melengketkan nama Ridwan Kamil ke PKS ini
juga disertai peremehan faktor Partai Gerindra sebagai tandem/partnernya
ketika mengusung calon walikota Bandung. Selesai menyimak kultwit
tentang hal ini di situs chirpstory aku kemudian tertarik membaca kisah
tentang pergeseran teranyar hukum formal bisnis pelacuran di benua
eropa. Kisah tidak selalu berarti bohong ya karena bagiku semua berita
itu adalah benar sampai ia terbukti salah. Memang paradigma verifikasiku
kontradiksi dengan kode etik pers karena aku percaya akses pada
kebenaran tersebut bisa dimanipulasi oleh sistem "corrupt" yang
berkuasa; tsaqafah sultaniyyah bahasa kajian agamanya yang jadi salah
satu objek kontrovesi ilmiah paling menarik 'tuq' para pencari ilmu.
Makanya aku senantias pesimis-sinis-kritis kepada para pengklaim bahwa
syurga-neraka hingga tuhan itu tidak ada. Bagaimana mereka
membuktikannya? Dengan membunuh hamba sahaya seperti Fira'un--kalo zaman
sekarang mungkin tinggal memungut tuna wisma yang berjejer tidur di
lantai bawah stasiun juanda dengan kasih iming-iming asuransi pengubah
nasib keturunannya--lalu apakah mereka bisa menghidupkannya lagi seperti
burung Nabi Yesus? Paling para agnostik ini akan berkilah dengan
argumentasi tinggal bikin anak lagi aja; enak dan berpahala. Jadi dalam
pada opiniku, itu bukan/belumlah pembuktian; malah penyesatan logika
meski di sisi sebelah baliknya "musuh-musuhku" dari kalangan jumud
fanatik buta menstigma akulah yang sesat logikanya karena tidak percaya
matahari mengelilingi bumi atau ketika bulan baru tidak terlihat oleh
mendungnya ufuk di awan berarti sama dengan tidak ada. Kembali ke topik
menarik tentang seks atau PSK--kita tinggalkan topik PKS yang sudah
membosankan itu--legislator Prancis--sebuah negara eropa paling liberal,
kita mungkin ingat stigma tentang "film prancis"--kabarnya baru saja
mengesahkan aturan hukum yang akan mempidana pihak "pemakai" PSK meski
negara melegalkan 'prostitute' yang menjajakan dirinya. Logika kita
kembali diaduk-aduk oleh realita aturan kehidupan seperti ini. Ibarat
kata pepatah: dilihat boleh, dipegang jangan, apalagi selanjutnya....
Lho, bagaimana jika sekalian saja orang dilarang mengkonsumsi narkotika
tapi halal untuk 'ngelapak' menjualnya. Tapi setidaknya aturan hukum
aneh ini dapat sedikit bisa kita mengerti kelogisan/motifnya dengan
mengkontekskan kepada isu gender aka feminisme. Dalam hal ini, ketika
larangan pelacuran umumnya di dunia mayoritas patriarkhat ini menjadikan
perempuan sebagai objek hukuman, kini dialihkan kepada pria sebagai
penikmat. Terlebih jika kita menimbang dalam hal nikmat seksual yang
mencicipi dalam sebuah bisnis pelacuran kan si pria; seorang PSK
biasanya karena terlalu sering dan lain-lain alasan sudah tidak bisa
lagi menikmati. Namun kenikmatan pihak perempuan toh berada pada
sejumlah uang yang dipatoknya sebagai tarif kepada pihak pria. Aturan
"unik" ini sebelumnya juga telah lama diberlakukan di Swedia.
Negara-negara skandinavia memang dalam perspektif
modernisme-materialisme dipandang sebagai tempat hidup paling
berbahagia. Seperti juga budaya taat hukumnya, sistem pendidikan di
negera-negara eropa utara tersebut juga dipandang terbaik di dunia meski
mereka berbatasan darat langsung dengan Soviet yang terkenal akan kerja
rodi di Siberianya. Sekali lagi ini terbaik-terbahagia versi perspektif
ideologi modernisme-materialisme ya. Aku ndak nyebut kapitalisme ding
coz siapa yang nggak kapitalis hari genee? Lama-lama kemudian aku dibuat
jadi berpikir: apakah 'welfare state' ini jugakah yang diimpikan PKS
ketika berkompromi mengusung kader eksternal Ridwan Kamil di bawah
bendera ketat jarh wa ta'dilnya? Hmmm dari 'ngemengin' PSK kembali lagi
mengghibahi PKS, dasar hater lu, antum ini perhatian apa cinta? Ya sama
saja. Karena aku jadi teringat pada salah satu debat paling fenomenal
saat aktivis seumur hidup Fadjroel Rachman mendebat Wasekjen PKS Fahri
Hamzah dengan mencelanya sebagai partai dunia-akhirat yang masih
'ngarep' dana saksi parpol dari kucuran APBN untuk Pileg dan Pilpres
2014. Melihat makin raksasanya China-India dan menyedihkannya Korea
Utara-Afganistan hingga fenomenalnya Dubai-Tel Aviv, kita makin mahfum
keniscayaan ide ataupun praktis kapitalisme jika memang bangsa sejahtera
yang menjadi tujuan bernegara. Setidaknya, agar sesuai dengan khitah
hizbi Moslem Brotherhood Egyptian ya dipoleslah jadi kapitalis syar'i
seperti (klaim) bank syari'ah atau seperti heboh sholat dzuhur berjamaah
berhadiah mobil toyota innova oleh Walikota Bengkulu baru-baru ini.
Seperti sejarah malang patung orang-orang shalih Lata-Uza pada
masyarakat badui-quraisy, jangan-jangan lama kelamaan kelak akan ada
ibadah berhadiah akhwat yang manis. Ikhwah yang jomblo-jomblo tentu jadi
bersemangat untuk ke mesjid dan akhwat tersebut juga ikhlas dikawini
untuk memotivasi para ikhwannya. Beginilah jadinya kalo amaliah-amaliah
diiming-imingi dengan kenikmatan duniawi yang segera dan kongkret
(sekedar syurga aja nggak cukup). Dalam bahasanya seorang komentator
yang pro kebijakan ini pernah saya baca: inilah pemimpin yang
spektakuler, saatnya beriman itu menguntungkan! Yang lebih menguatirkan
menurutku adalah jika sampai nanti muncul pula ide iming-iming kongkret
di duniawi bagi para calon penghafal qur'an pria yang masih lajang. Yang
hafidz 10 juz dapat hadiah akhwat cantik, hafal 20 juz lebih cantik,
dan jika tamat 30 juz dapatnya wanita yang sangat cantik. Kemasan syar'i
tentu mudah asas formilnya dipoleskan: begitu poin terkumpul tinggal
dinikahkan sesuai sunnah. Sama-sama untung karena calon mertua bisa
mendapatkan menantu yang shalih secara formil. Luar biasa potensi
kreatifitas manusia untuk mengakali ketentuan ilahiah. Memang logis dari
perspektif syar'i yang berorientasi negara kesejahteraan tadi: semakin
banyak poin ibadah, maka makin banyak kenikmatan duniawi diperoleh. Cuma
yang aku masih ragukan karena hater PKS yang sama sekali tidak hafal
quran ini--termasuk mushaf terkomputerisasi bukanlah solusi--di dalam
hatinya jadi bertanya-tanya adakah satu ayat saja yang memerintahkan
para mujahidin untuk berjihad menuju 'prospereus society' tersebut?
Paling 'banter' yang bisa disebutkan kurasa larangan berbuat kerusakan
di muka bumi, atau boleh dibaca menciptakan kemiskinan dan
penderitaan--yang mana industrialisme kapitalis yang mengakumulasi modal
niscaya melakukannya--atau nash dari hadits yang menyuruh untuk
bermanfaat bagi manusia yang mana tidak harus dibaca sebagai kaya raya
karena nabi sendiri miskin sesangat miskinnya (pria tidak
bertanggungjawab pada keluarga?) meski tidak melarang orang lain untuk
kaya sewaktu zaman masih bisa bermuamalah tanpa riba. Nah jika 'welfare
state' tidak ditegaskan atau mungkin juga tidak ada sama sekali dalam
amanat kitabnya para islamis, meski tidak dilarang, berarti itu bukanlah
prioritas. Menariknya inilah prioritas manusia zaman sekarang dengan
sejuta akal bulusnya mencarikan dalih. Kadang aku dibuat kembali
berpikir bagaimana sikap orang-orang beragama kreatif ini terhadap
ulumul kitab lauh mahfudz yang tinta-tintanya telah mengering?
Dialektika pemahaman akan takdir sudah begitu panjang lebar tinggi
dimensi kesejarahannya. Satu hal yang pasti: inilah manusia yang
diciptakan dari hawa nafsu sehingga untuk menyembah penciptanya sendiri
mesti diiming-imingi pemuas syahwat di syurga. Sebagian mungkin tak
sabar untuk mencicipi segera kongkret di dunia--udara untuk bernafas,
kesehatan, senyuman orang asing dan lain-lainnya yang gratisan dan tidak
bisa dipakai melagak riya atas kedudukan orang lain tidak dihitung
ya--atau karena kurang yakinnya? Iming-iming duniawi, bahkan untuk
kebutuhan primer menyambung hidup, itulah motivasi seorang PSK yang
calon ibu mulia bagi setiap anak-anaknya untuk menjual/menghinakan diri
mereka; sehingga seumur-umur hidup mengkin hanya punya 'jinsul amal'
memberi seteguk minum anjinggg kehausan untuk tiket menuju syurga.
Tidakkah Anda PK Sejahtera sebagai wakil dari "orang-orang yang
mengetahui" merasa lebih hina "menjual" ayat-ayat agama untuk kesenangan
sekunder, kedudukan, kekuasaan duniawi dan ke lebihnya? Mungkin ini
sintesa antar proposisi dadakan yang terlalu menggeneralisir, kurang
tepat dalam hal diksi, atau memang keliru sama sekali. Ya tuhan berilah
petunjuk lewat teguran orang-orang yang alim dan penuh arrahmah bukan
cacian juhaly miskin bashirah yang disesaki ammarah atas sekedar wacana
belum matang dari manusia dhaif yang terus menerus berproses dan mencari
tahu ini. Pengalaman dikafirkan para pemarah ternyata tidak juga
membuatku jera mempertanyakan ini. Jadi ingat sebuah obrolan lagi di
'twitland': iblis adalah makhluk pertama yang menggunakan logika!
https://www.kompasiana.com/wem/menyusuri-dunmay-dari-pks-hingga-psk_54f8539fa33311a3738b5842
https://www.kompasiana.com/wem/menyusuri-dunmay-dari-pks-hingga-psk_54f8539fa33311a3738b5842
Komentar
Posting Komentar
silakan komen yaw mmmmmmuuuahhhhh