Supersemar dan Remeh Remah Sejarah

Apa arti kesebelasan (11) maret bagimu selain hari demi hari biasa itoe. Berbeda kali bagi yang kemarin melangsungkan pesta pernikahan dan semalam "malam pertama" ia cicipi. Atau sesosok cewek smu yang esok berharap ditembak pacarnya. Tembakan 'beneran' saking pahitnya ituh tjinta.

Barusan sepulang "patroli" menjelang subuh di sekeliling "komplek" rumah, sambil menenteng sabit berkarat, gw sejenak menengok almanak dan termenung semenit. Se-11 Maret; ya inilah tanggal bersejarah bagi Mayjen Soeharto yang kelak (future past tense) akan mendiktator-ganas-ganas-lembuti Indonesia selama kurun waktu 32 tahun lamanya. Ini momentum--bukan terminologi fisika meski tentang waktu jua--bagi beliau untuk menancapkan kuku-kuku kekuasaan sebagai pemimpin bangsa setelah upaya yang disebut "kudeta merangkak" dijalankan apik sebelumnya.

Hingga kini tabir gelap peristiwa '65 tersebut memang telah banyak dibuka meski tidak membuat tambah pasti pula pada apa yang terjadi. Dokumen CIA yang katanya tanggal kadaluarsanya 40 tahun dibuka tapi ya cuma serpihan informasi didapat mengenai peran negara paman sam membendung komunisme dengan mendukung "setengah hati" PRRI/Permesta melawan tentara Soekarno yang lagi ganas-ganasnya. Dalang G30S masih kontroversi meski ada upaya yang memulihkan citra PKI. Barangkali benar seperti kata seorang komentator di berita 'Kompas' mengenai 10 partai gurem yang bergabung ke Hanura ikuti jejak taipan HTS, "di Indonesia semangat kekeluargaan bersatu dengan aliran rejeki". Di tingkat lokal tepatnya di Padang beberapa waktu lalu para tokoh adat penjilat memberikan gelar secara tidak patut kepada seorang saudagar yang menggurita di sana yang bisa dicium jelas jeratan ekonomisnya, cuma seorang budayawan yang berani mengkritik karena kebanyakan tokoh lain juga harus memikirkan nanti anak kemenakannya dipersulit mencari kerja. Tapi tidak juga, karena inilah fenomena internasional sepanjang masa, inilah dunia.

Sejak isu kemandirian migas nasional dan SDA lainnya mengemuka, banyak orang mulai berani menggugat Freeport dan mengusik peran Soeharto di sana. Tapi faktanya tetap samar-samar terus sepertinya sejarah sulit diendus. Dari surat kepercayaan 11 Maret Soekarno pada Pak Harto itu--yang kabarnya tersimpan di Lembaga Arsip Nasional bukanlah aslinya--kita generasi muda penerus Indonesia memang harus maklum pada kaburnya sejarah dan hanya bisa menebak-nebak tema amanatnya sebagaimana pelajaran politik kehidupan tokoh-tokoh bangsa ini dari sejak masa Ken Arok: yang "cerdik", yang berkuasa. Nilai-nilai moral apa yang akan diamanatkan kepada bayi-bayi berikutnya penanggung hutang per kepala 50 juta rupiah bangsa ini kelak nanti. Maka kadang aneh melihat kritik terhadap hedonisme anak muda seolah tak pernah 'ngaca', masa depan yang lebih baik apa yang didoktrinkan jika buktinya nyata kesejahteraan bergumul dengan kebusukan politik kekuasaan. Dari atas langit meneropong golongan rakyat di bawahnya, amanahnya, yang dipandang pemalas, sarungan, atau malah-malah dianggap jauh (atau dijauhkan) dari kemurahan "tuhan". Sementara 80% kue rezeki berlimpah tersebut berputar di kalangan kroni dan yang 'nurut', dengan "menciptakan" konsensus harga 'branded'-nya yang tidak terakses "infrastruktur" kalangan dhuafa; tidak terdistribusi selain remah-remahnya berupa 50 ribu per jiwa untuk citra riya. Ada sangat banyak sopan santun ketimuran yang ternyata modifikasi dan eklektiknya kepada kultur bisnis modern melahirkan budaya hipokrit dan tumpukan rahasia kebohongan demi kebohongan yang kita tidak berani untuk ungkapkan. Takut kualat membuka aib leluhur yang entah lagi 'ngapain' di sana, di alam kubur.

https://www.kompasiana.com/wem/supersemar-dan-remeh-remah-sejarah_552cc1b86ea8344a078b4569

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!