Reuni

oleh Samuel Mulia

Di atas ketinggian sekian puluh ribu kaki dalam perjalanan dari Medan ke Jakarta, saya merebahkan diri sambil membekap dua lubang telinga saya dengan iPod Touch yang baru saya beli.

Rencananya mau membeli yang Nano. Ternyata saking nanonya, saya tak bisa melihat. Saya mengenakan kacamata plus dua, plus silindris pula, masih tak kelihatan. Kemudian iPod Nano itu saya jauhkan, masih juga tak kelihatan.

Teman yang menemani saya melihat kelakuan mengenaskan itu, berkata begini, ”Wis to, Mas, penjenengan iku sampun sepuh. Ndak usah neko-neko. Nanti kubelikan iPod Touch saja sing guedi, kayak punyaku. Nanti kan ketok kabeh. Hurufnya guede-guede.”

Maka barang canggih itu sampai di tangan saya. Memang benar, size does matter. Dan kok yaaa… sing guede emang pualing uenak. Ketok kabeh. (Mohon maaf, sejuta maaf yang tak mengerti bahasa Jawa, bisa minta tolong tanya teman atau apa saudara).

Di tengah perjalanan yang bercuaca terang sebagian dan berawan sebagian, saya mulai menikmati alunan lagu-lagu di dalam gadget modern itu. Kursinya empuk, pendingin kabinnya juga maksimal, santapan sorenya kok tumben juga cihui. Kalau sudah begitu rasanya ingin melayang terus, tak usah mendarat. Apalagi mendengarkan lagu-lagu favorit saya, hidup benar-benar terasa nikmat. Mungkin begini rasanya kalau orang melayang karena narkoba.

Senyum pertama

Saya memejamkan mata dan kemudian tanpa saya sadari lagu-lagu itu membuai dan membuat banyak kenangan lama dan baru bermunculan. Tak ada satu pun kenangan pahit menyelinap. Saya senyum-senyum sendiri, seperti orang gila.

Mungkin itu sebabnya saya kadang berpikir, kalau beban hidup itu sudah begitu menekan, kepahitan itu begitu merasuk, saya perlu menjadi gila sejenak, saya membutuhkan waktu untuk menghilangkan kepahitan itu dengan hal-hal yang dilarang. Yang melayangkan sejenak dan kemudian menenggelamkan selamanya.

Tiga minggu lalu saya hadir dalam reuni akbar sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Akbarnya bukan soal besarnya acara temu kangen itu, tetapi akbar dalam artian reuni itu mengumpulkan manusia-manusia lulusan angkatan pertama. Ada empat meja yang menyediakan buku tamu dengan berbagai angkatan. Dari masa enam puluh sampai sembilan puluh.

Karena mata saya juga sudah tidak kelihatan jelas, saya langsung saja ke meja pertama tanpa melihat angkatannya. Ternyata meja untuk angkatan enam puluh. Sahabat saya dari sekolah dasar malah nyeletuk, ”Pas kok… masih pas angkatan enam puluh. Sudah enggak usah cari meja lain, di situ saja.”

Kemudian kami saling melepas rindu. Tentu tak mungkin melepas baju. Salah satu teman pria yang sebangku dengan saya semasa sekolah menengah pertama mengaku, ia sering meraba-raba paha saya. Katanya mulus banget. Kami semua yang mendengar tertawa terbahak. Di dalam hati saya berkata, kenapa enggak ngeraba sekarang saja, masih mulus kok. Dan cerita miring selanjutnya menjadi bagian dari cakap-cakap pada hari istimewa itu, terutama dari kumpulan manusia yang tak lama lagi menginjak setengah abad.

Siang itu kami ditraktir salah satu teman yang paling sukses dan paling kaya. Di rumah makannya yang nikmat. Di masa sekolah dahulu, ia salah satu di antara teman lain yang mengajak saya menjadi pria dewasa sebelum waktunya. Sembunyi-sembunyi melihat buku porno. Setelah sekian tahun berjalan, ia adalah pria yang memiliki pernikahan yang aman sejahtera.

Senyum kedua

Tentu cerita soal pernikahan tak bisa terelakkan. Dari sekian teman wanita di dalam kelas yang hanya berisi tiga puluh dua orang, satu meninggal dan lima sudah menjadi janda. Kelimanya bercerai dengan sejuta alasan. Yang satu malah sudah jadi janda dua kali.

Salah satu teman kami mengatakan. ”Mbok kalau jadi janda itu sekali aja napa?” Maka ramailah suasana.

Saya tak perlu bercerita tentang bagaimana cerita para janda itu melampiaskan hasrat seksual mereka, tetapi saya lebih memerhatikan kelima wanita itu dengan keadaan jiwa yang berbahagia menyandang predikat itu pada usia nyaris setengah abad. Usia yang belum tua benar, tetapi juga usia yang bukan muda lagi.

Kemudian saya berkaca kepada diri saya sendiri, apakah saya juga bisa berjuang sendiri pada usia menjelang senja dengan sebuah kebahagiaan, tanpa harus berkeluh dan berkesah bahwa hidup itu tidak adil? Apakah kalau saya tak janda, tetapi lajang seumur hidup, ”tidak laku” sampai sekarang, bisakah saya seperti mereka?

Saya pernah menjalani sebuah periode kesepian yang meluluhlantakkan. Saya merasa hidup itu sungguh tak adil karena saya tak bisa berpikir seperti lima janda itu. Mereka menggunakan kekuatan dan kemampuan untuk mau berpikir positif. Dalam bahasa Indonesianya, mereka mau menerima keadaan, sesesak apa pun situasi yang dihadapi.

”Gue sungguh menikmati jadi single lagi.” ”Eh… cariin laki dong. Gini-gini juga masih asyik.” Itu dua komentar yang menyemangati. Jadi, seharusnya saya bisa. Teman saya nyeletuk, ”Bisa berkeluh kesah, atau bisa jadi janda?”

Kilas Parodi: Jadi Oli atau ”Hair Dryer”?

1. Mungkin ada baiknya kalau saya perlu sekali-kali berkumpul dengan teman-teman lama. Saya katakan lama, bukan yang setiap hari menemani Anda nongkrong, terutama teman yang masuk ke dalam kategori dayang-dayang dan atau penjilat.

Pertemuan dengan teman lama, selain sebagai pelepas rindu, juga pemberi semangat untuk jiwa. Memutar kembali kenangan lama yang membangkitkan semangat. Dengan demikian, saya tak perlu selalu ”diperkosa” dengan situasi bernama gengsi, inflasi, berita nilai saham yang menyesakkan dada, berita yang tak menyemangati, yang memecah belah dan mengeringkan bak hair dryer.

2. Kalaupun reuni jarang dilakukan dan teman lama entah raib ke mana, meski sekarang ada facebook yang memudahkan menemukan teman lama, saya juga harus memilih teman yang perkataan-perkataannya bak oli pelumas, yang membuat hal-hal berkarat dan sudah ngadat bisa dilembabkan lagi dan berjalan kembali. Perkataan-perkataan yang tak mengeringkan dan kalau keseringan dipakai malah membuat rambut menjadi bercabang alias rusak. Saya perlu dan harus menjadi editor perkataan-perkataan itu kalau hidup saya tak mau berakhir menjadi kering.

3. Dan yang utama, saya juga harus menjadi teman dan manusia yang menjadi pelumas dan bukan pelumat orang lain. Jadi, bukan hanya saya saja yang memilih teman dan mengharapkan mereka menjadi oli untuk jiwa saya yang kering. Saya pun harus jadi oli. Maka kemudian cucok-lah kalau hari ini saya dan Anda mendendangkan lagu That’s What Friends Are For. Mari-mari bernyanyi.

And I never thought I’d feel this way.

And as far as I’m concerned

I’m glad I got the chance to say

That I do believe I love you

And if I should ever go away.

Well then close your eyes and try

To feel the way we do today

And then if you can remember

Keep smiling, keep shining

Knowing you can always count on me, for sure

That’s what friends are for

For good times and bad times

I'll be on your side forever more

That's what friends are for

Well you came in loving me

And now there’s so much more I see

And so by the way I thank you

Oh and then for the times when we’re apart

Well then close your eyes and know

The words are coming from my heart

And then if you can remember


http://community.kompas.com/urbanlife


-------------
-------------
keywords, content:

bunyi bunyi puisi rima statistik fonem fon puisi poe poet sajak sanjak cerpen short story sastra sastera literature analisis teori penelitian posmodernisme kontemporer medan makna semiotik semiotika resepsi sastra estetika resepsi pembacaan karya sastra

bunyi bunyi puisi rima statistik fonem fon puisi poe poet sajak sanjak cerpen short story sastra sastera literature analisis teori penelitian posmodernisme kontemporer medan makna semiotik semiotika resepsi sastra estetika resepsi pembacaan karya sastra

bunyi bunyi puisi rima statistik fonem fon puisi poe poet sajak sanjak cerpen short story sastra sastera literature analisis teori penelitian posmodernisme kontemporer medan makna semiotik semiotika resepsi sastra estetika resepsi pembacaan karya sastra

puisi cinta love aku sendiri alone tuhan god sunyi sepi alone indah beautiful hati heart hidup life

puisi cinta love aku sendiri alone tuhan god sunyi sepi alone indah beautiful hati heart hidup life

puisi cinta love aku sendiri alone tuhan god sunyi sepi alone indah beautiful hati heart hidup life

komputer computer website situs blog html adsense internet bunga flower taman garden

komputer computer website situs blog html adsense internet bunga flower taman garden

komputer computer website situs blog html adsense internet bunga flower taman garden

uang money lowongan pekerjaan job pns cpns beasiswa gratis free mobil car politik obama bin laden bush europe eropa islam moslem buku book phone diskon asia indonesia minang kabau padang city

uang money lowongan pekerjaan job pns cpns beasiswa gratis free mobil car politik obama bin laden bush europe eropa islam moslem buku book phone diskon asia indonesia minang kabau padang city

uang money lowongan pekerjaan job pns cpns beasiswa gratis free mobil car politik obama bin laden bush europe eropa islam moslem buku book phone diskon asia indonesia minang kabau padang city
-----------------
-----------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!