Kebodohan Bukan Penghambat "Kesuksesan"
Salam berfikir fositif dan fragmatis wahai ummat konformitas,
yang percaya-percaya aja dan ikut-ikut aja kemana angin surga di-katanya-kan sedang
mengarah berhembus. Berkali-kali lagi kami kembali hadir dan hadir kembali
untuk turut nyinyir-nyinyirin berbagai benturan wacana yg mengopulasi kepada
bermacam-bagai tindak-tanduk politiking manusiawiyyah kita; yang merupakan
kesebuah keniscayaan untuk mereka keep
survival di dunia yang semakin padat dengan pesaing, dengan berbagai modal
kompetensi uniknya masing-masing yang dimodalin oleh tuhannya tiap-tiap.
Huffftt... panjangnya yaa punyaku!
Kemaren-kemarin aq berkomunikasi lagi dengan seorang mantan
teman dahulu kala yang mengingatkanku kepada teman lainnya di zaman dulu
tersebut. Sebut saja teman kita yang lainnya ini Agus dan dia orang bodoh.
Sementara saya dan mantan teman yang itu agak pintar. Memang masalah bodoh-pintar
ini agak relatif, tapi kami butuh juga istilah atau semacam label ini untuk
menjelaskan maksud; yang mudah-mudahan oleh pembaca budiman sekalian konteksnya
bisa direkonstruksi tidak terlalu jauh berbeda dari apa yang kami maksud untuk
disampaikan. Jadi kembali ke cerita, dua orang agak pintar dan satu orang bodoh
ini kebetulan sekolah di tempat yang sama (isunya si bodoh bisa juga masuk
sekolah disana karena faktor kekuasaan makmaknya). Sekolah kami bertiga agak
jauh dari lokasi kami bertiga berkediaman. Jadi kami bertiga berasal dari
lingkungan rumah yang agak saling dekat satu sama lain; sehingga kami sering
bertemu ketika akan pergi dan pulang ke sekolah kami yang jauh itu.
Saya sebetulnya sangat suka secara personal pada teman saya
yang bodoh ini. Walau intelektualnya kurang tapi ia orang yang relatif asyik
untuk berteman; humble kata
orang-orang snobis zaman sekarang namun saya tahu pasti itu memang sudah
melekat pada kepribadiannya dan tidak dibuat-buat untuk keperluan politiking
sementara. Kebodohannya jadi begitu membekas di ingatan saya selain karena ia
sering (bahkan selalu) mencontek kepada saya jika ujian adalah karena kata
teman saya yang agak pintar untuk menghiperbolakan kebodohan teman yang lain
ini: “nambahin garis panah vektor saja ia ndak bisa!” Jlebbb banget bukan,
makanya susah buat saya melupakan (walau sekarang saya juga sudah lupa
persisnya ini masalah apa hehe). Ya kebetulan kami bertiga dulu sama-sama bisa
duduk di kelas MIPA dan kenapa si bodoh juga bisa (naik kelas) rasa-rasanya
terlalu kejam kalau saya sebut-sebut lagi kenapanya.
Mari kita potong garis waktu dan tibalah kita di masa depan.
Sementara kami berdua yang mengaku agak pintar ini melanjutkan kuliah, si bodoh
tentu saja tak tembus UMPTN. Terus terang berat bagi saya buat bercerita ini karena
saya punya banyak kenangan begitu manis dengan si bodoh. Salah satunya ketika
kami berdua menginap di rumah kakaknya supaya tidak terlambat datang ke ujian
masuk universitas yang agak jauh dari rumah kami. Tentu saja di ujian itu ia
tak bisa lagi mencontek kepada saya dan lobi-lobi ortunya mungkin sudah tak
mempan (walau saya agak heran dengan fakta bahwa di universitas dan jurusan
tempat saya nembus ada dan bahkan banyak juga toh orang bodoh yang bisa masuk,
mungkin kerena ini jurusan sontoloyo yang passing-gradenya keterlaluan
rendahnya, ah jadi gw juga orang sontoloyo dong hehe).
Lalu bagaimana dengan dunia pasca-sekolah dimana sekarang
hepeng dan kedudukan politik menjadi illah
dan segala ilmu-pengetahuan hanya relevan jika dipandang bisa “menghasilkan”
rupiah? Saya sendiri masih tertatih-tatih meniti karir di bidang saya walau
asyik-asyik saja tidak merasa perlu untuk menyesalinya. Walau kompeten tapi
saya memang tidak berorientasi kepada monetisasi ilmu. Saya bahkan cari uang
dari hal-hal yang nggak ada kaitannya sama sekali dari kompetensi keilmuan saya
sementara banyak orang-orang tak kompeten yang dapat penghasilan dan mencari
penghidupan disini. Teman saya yang agak pintar tadi kuliah di bidang teknik
namun karena satu dan lain hal yang tak elok saya ceritakan ia jadi
“terjerambab” ke bidang agama. Walau sarjana teknik ia kerja di departemen
agama dan tidak tertarik lagi dengan diskusi-diskusi intelektual selain
membicarakan bagaimana supaya masuk surga dan mendapatkan 72 bidadari bugilnya.
Sebagai pegawai negara tentu kita mengerti bahwa ia hanya hidup dari gaji
standar oleh pemerintahan “thogut” yang tentu saja kalau ditanyakan akan ada
saja alesannya hehe.
Nah, bagaimana dengan nasib-penghidupan teman kami si bodoh
yang tidak lulus untuk melanjutkan sekolah tadi? Sekarang ia menjadi pengusaha
rumah makan yang sukses di kota kami ini. Punya rumah/kediaman pribadi megah
sendiri bahkan sebelum menikah atau berkeluarga. Bahkan mempekerjakan sebagian
teman-teman sekolah kami dulu. Waktu saya secara spontan dan tanpa maksud
mengatakan bahwa ia bisa sukses berkat orang tuanya yang memang aktivis
perdagangan kelihatan betul berubah air mukanya seolah-oleh saya meremehkan
dia. Padahal saya setuju bahwa ia punya soft-skill
untuk dunia ekonomi dan politiking walau “agak kurang” dalam intelektual.
Intinya dari cerita saya kali ini adalah motivasi untuk para pembaca sekalian
yang merasa bodoh atau minimalis secara intelektual lalu frustasi tentang
bagaimana caranya supaya kaya-raya atau sukses finansial-material di duniawi
ini.
Saya tidak sanggup lagi untuk melanjutkan cerita tentang
teman saya sendiri ini, namun butuh menyampaikannya untuk pelajaran, nasehat,
ataupun boleh-boleh saja dipandang narasi satire kepada ummat manusia.
Seandainya ada dari dua teman itu yang meminta tulisan ini dihapus, pasti akan
saya lakukan walau dalam tulisan ini saya tak menyebutkan nama dan sudah
berusaha untuk mengaburkan fakta kenyatannya. Jika tulisan ini masih ada,
berarti mereka berdua tidak ada yang baca atau memang merasa nggak masalah
dengan apa yang saya sampaikan. Terakhir saya akan kutip quote bijak atau boleh saja dipandang satire dari almarhum Bob
Sadino: “orang pintar kebanyakan ide dan akhirnya tidak ada satupun yang jadi
kenyataan, orang goblok cuma punya satu ide dan itu menjadi kenyataan.” Jadi
jangan pernah patah semangat dalam mengejar status dan gengsi di politiking
duniawi ini, membahagiakan orang-orang terdekat kita dengan sejuta kenikmatan
riil/semu serta siasat-pamrih keuntungan timbal balik juga bisa kita dapatkan
dari sini; dan terakhir salam go-blog yo!
Komentar
Posting Komentar
silakan komen yaw mmmmmmuuuahhhhh