Gaya Bahasa Kebencian Pada Jokowi

Cinta dan benci adalah kenyataan dalam hidup ini. Bagaikan filosofi konflik Mao Zedong sebagai manifestasi kekomunismean yang berkontraksi dengan kultur konfusius di negerinya. Betapapun kita merasa bagian dari geng cinta--entah sebagai klaim, atau sarana marketing-branding, atau memang adalah ideologinya 70% mengalir di darahmu itu--tetap geng cinta Anda tidak bisa menegasikan kenyataan bahwa kebencian dan bau busuk adalah elemen yang niscaya dalam dunia yang kita tempati bersama. Tercatat tertulis pada dokumentasi sejarah atau tersimpan secara genetik-naluriah pada turun temurun kemanusiaan kita. Hitler pernah berupaya membuat cinta yang seragam itu untuk "bangsanya" yang sangat lebih masif kuantiti ketimbang personel geng anda; itupun dipecut lewat kebencian dan dibubarkan paksa dengan semangat kebencian pula. Kenyataannya sejarah cinta dan benci terus kita saksikan mempertontonkan melodrama realita dinamiknya hingga hari ini. Bahkan lucunya dengan tema persoalan itu-itu juga dari dulu zaman nenek moyangnya.

Begitulah adanya. Maka, ketika ada orang, sekelompok orang, ataupun sekelompok banyak orang yang memilih jalan hidup sebagai pembenci Jokowi, presiden terpilih Indonesia hingga lima tahun ke depan dan masih bisa diperpanjang, sungguh itu sebuah keniscayaan bung. Nikmatnya lagi, zaman penggunaan internet makin ramai begini membuat fenomena tersendiri bagi ragam ekspresi ketidaksukaan orang yang tidak suka yang dulu mungkin sulit atau jarang-jarang untuk kita dengar tentang penguasa. Lucunya lagi, anak buahnya presiden sendiri (pns) juga jadi gembong pengkritik terbesarnya walau dilakukan dengan secara berupaya sembunyi di balik sebatang ilalang seperti akun twitter tertentu yang disinyalir kader partai tertentu hehe. Tapi ya itulah kita harus bisa berkepala dingin melihat kewajaran suara kebencian tersebut sebagai penyeimbang ekspresi sebaliknya dari pecinta presiden. Ataupun yang katanya netral karena belum melihat keuntungannya ada dimana seperti saya xixixixi.

Tadinya saya mau bikin artikel panjang tentang penggunaan gaya bahasa pada judul artikel-artikel yang menyindir atau bernada negatif terhadap Jokowi. Apalagi kalau dilakukan riset bakal terlihat pola aliran politik/ideologi terkini di Indonesia. Tapi karena belum punya waktu untuk menyelesaikan baca referensi tambahan yang sudah kukumpulkan, maka daripada sementara itu ane mau mosting ini dulu. Coba Anda baca artikel di salah satu situs pembenci Jokowi ini:

Minta Tolong Tapi Tak Digubris Jokowi, Nyawa Anak Penjual Ginjal Melayang


Eramuslim.com – Kabar duka menyelimuti keluarga Susanto (28), karena sang anak Adrian (5) meninggal dunia setelah menderita penyakit hepatitis B dan mendapatkan perawatan di RSCM Jakarta pada pukul 10.07 wib.
“Saya lagi siap-siap pulang,” kata Susanto, ayah almarhum Adrian, saat dihubungi melalui selulernya, Selasa (05/01/2016).
Adrian sendiri telah mendapatkan perawatan di RSUD Banten pada 22 November 2015, lalu pada 25 November akhirnya dirujuk ke RSCM Jakarta guna mendapatkan perawatan intensif. Namun sangat disayangkan, nyawa Adrian tak dapat tertolong.
“Akan kita bawa pulang. Sebentar, saya sedang membungkus jenazahnya,” tegasnya.

--layout gambar--
Almarhum Adrian akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) setempat yang berada tak jauh dari kediamannya di Kampung Kalapa Cagak, RT 01 RW 07, Desa Teluk Lada, Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Perlu diketahui bahwa Adrian merupakan balita penderita hepatitis B. Sedangkan sang ibunda, Waskem, kini bekerja sebagai TKW. Sedangkan sang ayah, kini bekerja sebagai buruh yang hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Karena penyakitnya, Adrian tak mampu lagi mengkonsumsi nasi dan guna membiayai pengobatan penyakitnya, Susanto nekat menjual sebelah ginjalnya kepada Presiden Jokowi seharga Rp 1,2 miliar. Namun hal tersebut tak direspon oleh sang ‘ahli blusukan’ dan yang mengkalim sebagai pemimpin yang merakyat. Tapi faktanya ya seperti ini. (ts/rn)



Bagaimana perasaaan Anda setelah membaca kabar yang satu ini? Marah karena begitu jelek dan negatifnya Presiden Jokowi diwartakan atau malah marah pada Jokowi karena sebegitu jahatnya beliau pada rakyat kecil dan miskin yang sedang menderita? Jika Anda tidak membandingkan dan cek lagi berita ini kepada pewarta-pewarta lain (dari kubu manapun) tentang materi pemberitaan yang sama maka bisa dipastikan Anda bisa mengambil kesimpulan yang sangat sesat tentang apa yang terjadi. Berita ini membuat seolah-olah Pak Susanto tersebut sudah minta tolong langsung kepada Jokowi secara tatap muka. Penggunaan diksi [gubris] membuat seolah Jokowi menolak langsung pada saat diminta tolong itu atau malah tak mau lagi mendengarkan setelah dikabarkan anaknya Adrian sakit parah. Lalu gara-gara itu si anak ini meninggal. Inipun dipertajam dengan penggunaan diksi [nyawa melayang] yang menimbulkan kesan Jokowi lah si pencabut nyawa anak tersebut. Kita semua yang biasa baca koran tentu maklum penggunaan pilihan kata tersebut biasanya untuk peristiwa kriminal. Kalau orang yang meninggal karena sakit cukuplah diksinya meninggal dunia, wafat, dan sejenisnya. Tapi tentu pilihan kata ini kurang greget untuk menohok Jokowi. Ada juga pilahan kata [membungkus jenazah] yang menghasilkan fantasi tentang perlakuan sangat tidak manusiawi terhadap mayat si anak. Padahal kenyataannya si anak tentu belum dikafani di rumah sakit melainkan mayatnya baru dibalut dengan kain untuk dibawa ke rumah. Mustahil anak miskin tersebut sekalipun jasadnya hanya dibungkus dengan kantong kresek; terlebih ini RSCM.

Setelah mencari info lebih banyak lagi tentang hal ini Anda baru akan tahu bahwa ternyata anak Adrian tersebut dibiayai oleh pemerintah juga setelah heboh berita bapaknya hendak menjual ginjal pada Jokowi. Dan wajar kiranya juga Jokowi tidak/belum sempat ataupun tidak mau menanggapi ini. Gawat kan kalau nanti semua orang jual diri sama Jokowi menguras APBN haha. Tapi tentunya kalau ini diceritakan dengan lengkap oleh situs dikutip tersebut di atas, visinya untuk mengumbar kejelekkan Jokowi menurut mereka jadi hambar. Lagipula judul-judul yang lebay semacam begini pulalah yang lebih laku untuk "dijual" sekaligus menegaskan orientasi dan posisi politik. Toh Joko Widodo juga butuh ilmu pencitraan untuk tetap disayang rakyat bukan? Sekali lagi dan akhirul kalam saya sendiri tidak menyalahkan dan memihal sesiapa disini; hanya tergelitik begitu saja melihat secara lugu apa adanya realita. Insyaallah hingga saat ini saya belum terjun ke salah satu barisan kepentingan politik yang jika bicara detail nggak sederhana petanya itu. Jika orang yang pandai menjual diri berusaha berkawan dengan semua orang, saya harus mohon maaf sekiranya tulisan ini malah membuat murka semua kubu hahahahahahaha. Dan saya juga tidak menyalah-nyalahkan yang harus atau memilih hidup dengan jualan. Saya memaklumi itu dan saya sendiri juga jualan gadget nih. Tulisan ini usil sore hari saja untuk menertawakan kenyataan!

https://www.kompasiana.com/wem/gaya-bahasa-kebencian-pada-jokowi_568cd81235937395068b4593

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!