"PKS", Sang "Perampok" Dari "Surga"?

"PKS", Sang "Perampok" Dari "Surga"?

Semalam jagat maya 'netter' Indonesia dikejutkan lagi dengan diseretnya adegan perang maya (twitwar) di Republik Twitter (tanpa tanda kutip, eh petik apa?) ke dunia nyata aka ranah hukum di Republik Indonesia. Terlepas dari istighar al-juziyat dalam kaedah agama, saya agak bingung apakah harus menulis dengan huruf awal kapital kata-kata "republik twitter" ini dan apakah harus diberi tanda petik istilah khusus sesuai kaidah formal tata bahasa negara Indonesia. 'Twitwar' antara Misbakhun (politisi PKS/Golkar) vs Benny Handoko (kontraktor non-parpol) ini sebetulnya hanyalah sebutir pasir di labirin tepian pantai dibanding trilyunan kasus-kasus 'twitwar' lainnya. Mengemuka karena ditindaklanjuti oleh Pak Misbakhun dengan membuat laporan polisi dan penyidik polisi "mau" menindaklanjuti sehingga saat berkas lengkap pihak penuntut dari kejaksaan secara subjektif bisa menahan (memenjarakan) tersangkanya. Menarik sebetulnya jika kita menyimak 'link timing' atau garis waktu antara dicuatkannya nama Sengman sebagai "Utusan Istana" oleh "PKS" (tepatnya anak mursyid PKS yang seperti Pak Ahmad Fathanah tidak punya jabatan resmi di organisasi mereka) dengan ditindaklanjutinya oleh polisi (baca: anak buah "Istana") laporan kasus 'twitwar' "orang PKS" (baca: Misbakhun) ini. Bisa saja ini seperti fenomena demo Miss World oleh para pecinta "miss akhirat" yang beritanya malah jadi boomerang promo tersendiri bagi acara tersebut (manajemen 'issue'). Mungkin kita harus bakal sering pakai tanda kutip nih jika betul alibi tata bahasa ini berguna secara delik hukum. Sebagaimana Misbakhun yang sudah identik dengan PKS mungkin tidak soal dalam ranah diskusi publik kita "pars pratoto"-kan, namun lain soalnya pada ranah rigid hukum positif (yang berlaku) jika Misbakhun menolak (dan membuktikan dengan surat-surat yang bisa "diurus") bahwa ia bukanlah (anggota) PKS. Persoalan tambah ribet jika hukum harus pula memeriksa apa hubungannya manusia/individu Misbakhun dengan "aliran" Ikhwanul Muslimin, Tarbiyah, bahkan Islam. Sejak lahir menganut Islam saya sendiri merasa belum punya sertifikat atau tanda materiil legal hukumnya bahwa aku ini resmi/legal muslim. Jadi jika KTP saja bisa dipalsukan bisa dimengerti bila keislaman justru lebih rentan. Bayangkan pula seperti apa tesnya jika sertifikat legal keislaman ini diwujudkan kelak di negara syariah (yang diidamkan PKS cs dan setiap muslim juga sepertinya haha). Apakah cukup syahadatain? Toh Gus Mis yang lulusan Al-Azhar saja banyak "orang" yang mencapnya kafir di episode-episode twitwar lain yang jauh lebih dahsyat ketimbang sekedar pertengkaran istilah antar dua individu tentang kasus century yang sudah basi ini. Dan sepertinya "orang Islam NU" ini lebih memilih jalur kelak pengadilan akhirat (yang tidak bisa lagi "dimainkan"). Jadi apa hubungannya kasus "twitwar" Misbakhun (teman bikin lagunya Ariel Peterporn) vs akun twitter benhan ini dengan PKS? Dan pihak pemilik otoritas (baca: "penguasa")? Eh sebentar, kenapa bawa-bawa nama Ariel yang setelah video zinanya ditonton banyak orang tersebut tetep mentereng sebagai tokoh publik ini disangkut pautkan ke Misbakhun yang mantan anggota DPR-RI dari partai dakwah? Hmmm mungkin agar ada bukti kongkrit untuk menyokong yang ingin menguatkan persepsinya bahwa ada bau tendensius di tulisan ini hehe. Yang jelas PKS sebagai (dicap) jamaah "islam fundamentalis" terbesar di Indonesia saat ini sedang banyak diterpai badai akhir-akhir ini (yang sebetulnya spektrumnya bermacam-macam sangat luas). Saya tidak akan mengulang-ulangnya lagi apa saja, selain capek ngetiknya juga biar kali ini berkurang disangka tendensiusnya. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa jika Misbakhun tidak senang dituduh perampok tanpa tanda kutip oleh Benny dalam 'twitwar' mereka, maka akhir-akhir ini PKS juga distigmakan sebagai "perampok" uang negara dengan kasus korupsinya. Dalam kerangka besar persepsi partai politik perampok inilah akun benhan melihat Misbakhun hanya sebagai sekrup kecilnya di bagian "nyolong" uang bank century yang "kasusnya" berlarut-larut hingga kini karena/dan melibatkan "katanya" pihak "istana" yang "katanya" lagi sedang mendholimi PKS sebagai rekan koalisi (yang mestinya saling mengerti dalam berbagi rezeki). Kasus perampok berhati malaikat di Batam beberapa waktu lalu mungkin membuat kita bisa terpersepsikan begitu juga melihat PKS diberitakan (dizalimi)--luar biasa luesnya medan makna bahasa ya, kata diberitakan pun bisa bersinonim dengan didzolimi! Di tengah cap buruk terhadap PKS kini tentu kita tidak bisa begitu saja lupa 'trademark' mereka sebagai parpol paling sigap dalam melakukan aksi-aksi sosial di tengah-tengah masyarakat (yang itu butuh dana, tidak bisa hanya niat, doa, dan bayar pakai daun cemara). Terlebih diungkit-ungkitnya kedatangan presiden terguling Mesir Dr.Mursi membantu musibah tsunami aceh beberapa waktu lalu membuat citra peduli PKS tetap "dipropagandakan" (propaganda yang tidak salah nih ya hehe) oleh para 'cyber army'-nya. Sesuatu yang membuat kalangan salafiyyin (yang bermacam2 pula) jadi alergi lihat iklan amal soleh hizbiyyin ikhwan ini bertebar dimana-mana (dunia politik euy). Tentu tidak bisa kita menuduh sumber keuangan PKS untuk begitu banyak kegiatan "malaikat" dan "surgawi" mereka tersebut semuanya bersumber dari uang haram atau merampok (tepatnya: "merampok") uang negara. Pun tidak bahkan untuk sebagian, pun bahkan juga tidak sepeserpun jika kita tanyakan pada Akhi Mardani juru bicaranya. Saya sendiri termasuk yang berharap berumur panjang untuk melihat kelak dibuka ke publik/peneliti bagaimana dewan syariah PKS merumuskan fiqih siyasah untuk sumber-sumber ekonomi di zaman keuangan kontemporer yang penuh riba (tepatnya mungkin: "riba") ini secara keseluruhan (tanpa sensor). Saya sendiri termasuk yang tetap setiya dan cinta sama PKS sebagai 'best of the beast' daripada kita tidak menaruh harapan apa-apa lagi pada parpol yang ada. Selain merasa sayang jika potensi kasalihan dhohir kader-kadernya tersia-siakan. Sumber pendanaan parpol di Indonesia (juga dunia) adalah isu seksi yang 'njelimet' dan alot perdebatannya. Ini sulit dibuka karena mereka selain bermain uang atau ekonomi juga sekaligus menjadi pihak politik atau penguasa yang membuat, menetapkan, dan mengeksekusi hukum. Berbulan-bulan badai Hambalang dan M.Nazaruddin di Demokrat yang sekarang digantikan isu sapi PKS jadi serial berkelanjutan di media massa kita yang memantau dari luar dan dengan akses data terbatas tindak tanduk para pemegang tampuk amanah pengelolaan perbendaharaan yang katanya sangat kaya raya milik bangsa kita. Episode demi episode, yang gelap tetaplah gelap namun menjadi menarik ketika ada letupan-letupan kecil yang diungkap. Diperumit oleh berbagai kepentingan pihak-pihak diluar politisi yang juga punya ikhtiar dengan beragam kepentingan. Ketika kasus PKS pertama meledak memang bagai ekstasi tersendiri karena membuat mereka begitu kontras dengan "citra" sebelumnya. Jika partai-partai lain korupsi orang sepertinya masih merasa wajar tapi ini PKS... yang wajah orang-orangnya seperti sudah kembali dari surga sehingga sudah tidak tertarik lagi untuk rebutan harta kecil duniawi ini hehe. Menteri Tifatul langsung terkenal dengan jargonnya bahwa "kami bukan malaikat". Ada juga media massa yang membuat suasana makin murung dengan judul berita nelangsanya: "Noda di Partai Dakwah". Akhir kata menurut hemat saya persoalan paling menariknya bukanlah lagi di "sekedar" isu korupsi atau "korupsinya" atau apalagi 'twitwar' norak sebelumnya tadi melainkan pada bagaimana orang-orang dari "surga" ini (PKS/Misbakhun) mendefenisikan apa yang disebut "merampok". Apa itu politik dan apa itu rampasan perang. Yang kasihan adalah orang-orang awam ini yang menjadi bingung mana yang haram dan mana jalan ke surga. Bingung, karena mereka tidak mau ribet mempelajari agama. Jadi muqolid dengan terima tafsiran agama instan dari da'i ganteng idolanya. Paling tertarik jika surga bisa dibeli (beli ulang Indonesia, ustadz yusman sangat cerdas pilih fokus dakwahnya yakni tema uang yang disukai semua orang) dan kami yang awam ini seperti manusia normal lainnya: dalam hidup ini fokus pada uang, sang alat pemuas syahwat yang tidak menganut apapun (bebas nilai). Sehingga tak rugi untuk turut menikmati surga dunia (akhirat mah sudah pasti ke surga, "penderitaan" di dunia ini nih yang perlu "disiasati"). Hey, bukankah Nabi "tak bisa apa-apa" tanpa uang? Uang untuk? Syahwat? Mengutip yang dikatakan Al-Ustadz Al-Hafidz Yusuf Supendi, ada tiga hal yang merusak PKS kini: harta, tahta, dan gengsi. Sungguh sangat duniawi, amat realistis memijak bumi, betul-betul nyata bermanfaat karena bantuan sosial oleh Ustadz Salim Segaf Al-Jufri ke Mak Yati tak bisa kan hanya tausiyah dan do'a?

https://www.kompasiana.com/wem/pks-sang-perampok-dari-surga_55297147f17e6131718b4579

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PENERBITAN BUKU

Dari Badaceh, Hingga ke Jimek

LAGU NGETOP JULI 1998 - OKTOBER 2000, MY DIARY: THE MEMORY REMAINS!