In The Aisle (2018), Film Tdk Terlalu Banyak Bicara yg Membuatku Jadi Ingin Membicarakannya
mother of animal's character |
"There are no uniforms in war now. The little girl that looks like your little sister's hippie friend on holiday might be a weapon of mass destruction." (Mile 22, 2018)
Film termasuk berkategori
muram dan beralur lambat ini bercerita tentang seorang cowok bujangan
pendiam yang bertato di sekujur tubuhnya ketika baru mendapatkan
pekerjaan “normatif” di sebuah supermarket
atau katakanlah hypermarket. Apakah
penggunaan konjungsi ketika pada
kalimat non-klise di atas menimbulkan kerancuan makna, hehe, pengen
mencret rasanya gw klo harus berbusa2 membahas ini utk meyakinkan kaum merasa
paling tahu benar bagaimana membuat “kalimat yg benar” menurut gundulmu!
Cowok aktor utama bernama Christian ini—atau oleh translator subtitel file unduhan (ilegal) yg kutontoni
diterjemahkan jadi Kristen (biasanya nama aktris cewek nih, kayak Stewart
{Bella Vampire} atau Dunst “Spiderwoman”)—dlm rangka menjalani kehidupan sbg
warga masyarakat yg normal, santun, dan membosankan di sebuah negara kafir
yang hukumnya tegak dgn tertib—walau tentu saja tetap harus di-backup oleh kemakmuran, selain masyarakat
yang sudah maju dlm pengetahuan dan kemampuan berpikir—akhirnya melakoni
profesi sebagai man in charge (tapi
sebelumnya jadi kacung posisi terbawah dulu) di sebuah seksi minuman2 botol di
sebuah minimarket besar atau hypermarket tadi.
Untuk
pertama kalinya ia disupervisi oleh seorang senior bernama Akang Bob.
Hingga ketika menjelang akhir film Bob diceritrakan membunuh dirinya sendiri
(krn ia mati kebosanan dgn pekerjaaan monoton itu, selain faktor lain spt
kesepian tak beranak istri, pokoknya suka2nya penulis cerita film ini lah yaa), lakon utama kita si
cowok pendiam Kristen atau Kristian ini akhirnya ketiban durian runtuh
“mendadak” jadi pria nomor satu di lorong penuh krat botol minuman yg haram
dan memabukkan itu. Lalu dimanakah posisi si cewek aktris sudah terkenal
yg aq singgung di awal2 tadi, woman on
top atau back off side-kah? Otak
virno qamu guys, film ini
bercerita tentang proses (apa ya istilah kerennya yg pakai “sasi-sasi” gitu, gw
lagi lupa nih) menyesuaikan diri si Kristian dgn pegawai2 hypermarket lainnya dan si cewek itu salah satunya (maaf kali ini
aq juga lupa namanya).
Saya
kira supermarket atau mall dan yang cinta sejenisnya sudah tak
terhitung lagi kerapnya dimasukkan jadi latar sebuah film. Termasuk film sendu-sadistik mengerikan berlatar waktu zaman cowboys kayak Hatefull Eight yg
dibintangi Om Samuel Jackson itu yang menjadikan Minnie Groceries sebagai latar
tempat utamanya (anggap saja bar, atau lebih tepatnya diterjemahkan
grosiran/toko kelontong seharusnya nih, itu adalah semacam supermarket utk ukuran zaman old
yeahh). Terakhir kutonton sekuel film
Sicario juga dibuka mengerikan dgn cara meledakkan sebuah minimarket oleh sekelompok
terroris berjenggot yg komat-kamit dulu baca takbir sebelum meyakini
dirinya terbang instan ke surga yg entah kenapa tidak kunjung didemo kedubes
Amerika oleh Keluarga Alumni 212 krn terang-terangan menghina stereotype mujahidin kita; tdk ada instentif
elektoralnya tentu saja, hehe. Nah, tapi baru kali ini saya lihat supermarket jadi latar utama atau dominan-nya.
Bahkan dalam film In The Aisle ini (aisle ini diterjemahkan dari gangen bahasa Jermannya, yakni gang atau
lorong) latar hypermarket ini menurut
hitung-hitungan “kuantitatif agak2” ala gw ada mengisi 90% dari frame film. Di luar setting dlm hypermarket
bisa disebut saja, yakni: rumahnya Kristian, kamar mandinya si tokoh cewek,
dapurnya Bob, dan sebuah halte atau bis kota ala Jerman.
Dari
segi ini saja film ini sudah dapat
poin plus di mata gw karena punya otentitas atau ide orisinal alias yg belum
terpikir oleh film2 sebelumnya. Saya
“yakin” org Indocarr yg inferior akan identitasnya dan hobi membebek pd serbabudaya
impor ini juga akan meniru-niru dgn membuat film berlatar Indomaret,
Alfamart, atau Minang Mart misalnya. Krn dgn setting terbatas semacam ini sebetulnya menguntungkan dlm hal ongkos
produksi krn tdk terlalu banyak “membiayai” lokasi. Secara personal gw juga
suka krn salah satu film paling favorit gw selain Before Sunrise dan AADC
(halahhh) adalah Phonebooth yg membuat gw terkesima krn bisa menciptakan
suspensi meski hampir 99% hanya berlatar di sebuah kotak telpon umum pinggir
jalan gitu. Konon katanya sutradari film
The Commuter yg keturunan India tsb adalah spesialis film2 setting terbatas gini. Tapi gw belum sempat juga menyelesaikan
“mempelajari” koleksi karya-karyanya yg jumlah juga belum sampai belasan sih.
Komentar
Posting Komentar
silakan komen yaw mmmmmmuuuahhhhh