Prisoners (2013), Film Membosankan Yang Lama-Lama Menyenangkan
Di tengah-tengah film berdurasi cukup
panjang ini, ketika saya mulai tertarik dan merasa ceritanya unik tidak
pasaran sepertinya mudah-mudahan ya Baim aminn ya Alloh, saya sudah bertekad
akan menulis review tentang film yang
satu ini dengan judul kira-kira: Bahaya Merasa Tahu Bulat, Eh Pasti! Baru
nyampei di babak pertengahan film, terkait topik ini, saya sudah langsung
diingatkan kepada film low-budget legendaris 11 Angry Men yang juga
bernada miss-prasangka. Dan ternyata
pada akhirnya ceritanya tidak sesimpel itu, Sob. Bahkan tidak terduga, suprais,
twistingable. Sebuah film drama penculikan
anak oleh orang psikopat dan sejenisnya akan terdengar sangat tema-generik dan
modus,median,rerata pasaran belaka
asumsi kita. Wajar saja, jika sudah berbulan-bulanan mungkin movie yang satu ini ku-download di masa dulu banget dan nganggur
tersimpan untuk sekian lama begitu aja di hardisk
kompi, baru sekarang akhirnya kutengoki. Itupun dengan pra-sikap pesimistik,
tidak bertujuan hiburan, tapi sedikit ada nuansa memperbiasakan dan
memperpemaksaan diri saja untuk meluangkan waktu yang luang selalu ini guna mendengerin
speaking in english by act of the native’s
tongue. Mungkin saja ku-unduh juga ianya dari situs film bajakan hanyalah
karena aktor utamanya Si Donnie Darko atau Si Hugh Jackman, sang wolverine itulah
yang bikin ku-penasaran bagaimana di film non serial X-men ia akan mainkan! Sebuah “film simpanan”, yang
tadinya bagai gundik tidak kufavoritkan, eh ternyata baru setelah nonton aq
dibuat kejang-kejang ia puaskan haha. Sebuah film yang bergenre pop, drama lo lai,
ancak nonton randai se wak lai, eh ternyata punya akhir cerita suprise yang sangat-sangat ajibb memuaskan,
hasekk.
Dan setelah melihat nama sang sutradara-nya-lah
keterkejutan-ku ini terasa molaik make
sense. Kalo ndak salah ia juga yang
bikin La La La Land yang sudah sejak score-opening dengan paduan musikal dan
dansa-dansinya itu hadir “menghantam”; maklum saya juga bukan
spesialis-spesialis amat tentang dunia per-film-an
ataupun perbokepan xixi. Apalagi merasa sudah master dan dokter; masih kerap
hanya handalkan hafalan Syaikh Google yang ternyata koq bisa-bisanya lebih
punya wawasan luas ketimbang ulama’-ulama’ katak berkacamata kuda di dalam
daster yang kedodoran hehe. Namun dari sejauh aku mengikuti dunia perfilman
itu, nama kk yang satu ini memang dianggap fenomenal.
Kalo ndak salah lagi, orang ini jugalah yang di situs Youtube pernah kulihat wawancaranya yang ternyata tidak begitu
fasih berbahasa Inggris karena ia berasal dari Kanada dan termasuk penutur
bahasa Prancis. Jadi masuk akal bagiku kini bagaimana cerita yang semestinya
biasa-biasa saja ini, berlangsung dalam durasi yang cukup lama pula (lebih dari
2 jam bokkkk!), layak menjadi sebuah film hebat di tangan seorang sutradara berbakat-alam alias bukan seorang bebek
epigon atau pekerja normatif biasa-biasa saja (yang kemampuannya di-overclocking xixi). Ia tidak hebat
karena teknik sinematografi, atau cgi, atau aktor mahal, atau anggaran promosi
yang besar, melainkan memang awesome
sejak dari skrip ceritanya sendiri yang unpredictable-stuff! Jadi sangat betul kebijakan sebuah
perusahaan produsen hengpong yang membakar/memusnahkan hape-hape sisa yang
sudah ketinggalan jaman karena hanya yang terbaiklah yang seharusnya diberi
kesempatan survive terdepan dan yang
tidak berprestasi sudah selayaknya disingkirkan; agar-supaya suatu
negara/bangsa tidak terus-terusan menjadi yang berposisi terbuncit, karena
didominasi oleh kerumunan orang-orang tidak kompeten yang saling pengertian aja
melindungi “sesamanya” tersebut xixixixi. Back
to the movie, saya sendiri menonton film Prisoners ini sudah sejak dari
tadi sebelum Maghrib diselang-seling hingga sekarang sesudah Isya ini; dan
langsung bersemangat menuliskan review-nya.
Padahal biasanya sekarang ini sudah jam-jam yang sangat mengantuk; walau
umur “baru” 30-an, namun fisik serasa sudah aki-aki tahun eighties cuuuuu (!) wkwkwkwk.
Jalan ceritanya seperti apa, rasanya
buang-buang waktu lah yaaa kalau aq ikutan kerja mekanis meresensi seperti begitu.
Terlebih saya yakin di-googling juga bakal
banyak blog lain yang me-review film yang
satu ini; what a wasting time. Yang
saya terdesak “berambisi” ikut meramaikan mention
film satu ini hanyalah pesan filosofis, bahkan spritualnya, pada diri saya;
betapa yang hebat-hebat beneran itu bisa membuat hati bahagia-natural
berbunga-bunga mekar kembang sempurna. Sangat jarang terjadi gw bisa dikecoh
oleh film atau cerita-cerita biasa-biasa saja dan pasaran khas sinetron/sastra
picisan yang gampang ditebak begitu. Film Prisoners (2013) ini memberi gw kenikmatan dengan menghadirkan sensasi
enak-rumit yang akan langka untuk bisa kembali berjumpa-sua. Terlebih secara
subjektif ia—makna-pemaknaan yang bisa kita kumpulkan dari sini—matching pula dengan paradigma dan visi
kehidupan personal kita. Baiklah kusinggung sedikit deh kisahnya untuk penutup ocehan sok nge-review-ku ini; sekaligus (tapi namun) sebagai foreplay juga bagi Anda (manas-manisin nih critanya);
mudah-mudahan cukup substantif
sebelum retina mata gw takkuat lagi menatap pantulan material pixel-pixel layar
liquid elektronis di depan mataku ini,
serta tulang belulang leher tunduh sudah untuk meyangga beratnya kadar cairan
yang dihisap otak ke kepala. “Dua orang anak kecil dari dua pasang keluarga
menghilang di sekitar ‘komplek’ perumahan mereka. Tersangka pertama seorang retarded yang memarkir van ngegembelnya
di sebuah titik. Namun polisi tak-berhasil mendapat pengakuan ataupun bukti
dari tertuduh penculik ini hingga ia dilepas kembali. Ortu kedua anak yang
diculik kemudian balik menculik si tertuduh bermental terbelakang itu tadi
hingga kemudian menyiksanya supaya mengaku aja lah. Di lain pihak, polisi
mendapat terduga-tersangka baru. Tetapi....” Waduhhh, kalo aq teruskan resensi
kilatnya, bisa jadi spoiler yang
bikin gak asik lagi buat Anda mengimpoiinya. Yawda, duduk manis aja ya sayang, and just enjoy the show.*
Komentar
Posting Komentar
silakan komen yaw mmmmmmuuuahhhhh