Lanjutan Pengamatan Bahasa Ayam
Baeklah. Mau cerita masalah hayam yang
pegimane kemaren yee? Woini, sayah mo crita ttg solidaritas di kalangan ayam-ayam
sekandang dan sepemeliharaan (spiritnya chicken_korsa).
Jadi gini. Entah sedang lihat2 video virno di depan kompi, atau mungkin sedang nyam-nyam
dengan nikmatnya di meja dapur sana, kudengar di telingaku suara salah satu
ayam betina kami berkotek2: tek kotek kotek kotek.... kira2 begitulah konon
transliterasi onomatope-nya katanya
dibuat2 dalam bahasa manusianya. Beberapa detik setelah kotek2-nya salah satu
ayam gadis ini (belum pernah bertelur, walau kulihat sudah sering di-kimpoi oleh sang ayam jantan yang jadi
kepala suku atau leader komunitasnya),
langsung terdengar hayam2 lainnya menjawab “salam” temannya ini untuk saling
bersahut2an seakan-akan saling berlomba2 utk mendapatkan pahala dari setiap
butir butir salam yang mereka berjamaah lafadzkan—walaupun hanya berputar2 di empat
fonemik ini: k-o-t-e-k. Mendengar sikon momentum
inersia ini, yang kesejenakannya melipat dimensi waktu ini, aq-ku atau ke-akuan-ku
langsung mengalah dan mengalihkan perhatian dari aktivitas kepentingan soliter
diri sendiri sebelumnya menjadi sedikit punya kepekaan sosial bahkan kosmos
kepada apa yang sedang terjadi di alam sekitar. Kutinggalkan tempatku semula
dan berburu-berburu menuju (walau hanya jarak 5-6 meteran) ke spot paduan suara kotek ayam-ayamku ini
untuk bisa segera mendapatkan pengetahuan gratis tentang apa yang sedang
terjadi.
Rupa-rupanya, bulanku ada kelabu warnanya.
Aq terkecoh menilai emergensitas pekikan ayam2 betina itu sebagai alarm “nain
wan-wan” kepada Tuan pemelihara mereka. Rupanya ada seekor ucing yang mendekat
permisi mau lewat ke arah tongkrongan komunitas hayam sayur (pengecut’s) ini.
Kebetulan gang (tepatnya: berupa sekat2 “security-check”
menuju kandang mereka) yang mengarah ke area lain yang perlu dilintasi
orbit si ucing mau tak mau memapasin mereka. Tadinya aq deg2an jangan2 ada
anjing atau musang yang mengincar anak2 ayamku. Setelah gate alias “gapura” security-check
kumaksud tadi ku-open utk si
ucing supaya flow ia keluar dari
wilayah feeling safety komunitas para
kotekkotek itu, heninglah kembali suasana, reda kembali segala keributan yang
tadinya sempat mendebar2kan perasaan kasih sayangku kepada ayam-ayam yang
kupelihara. Udah, gitu aja cerita-nya koq. Cerita nggak penting. Puitisasi
narasi biasa-biasa saja. Tidak ada kajian lanjutan. Atau penelitian serius
tentang tata-bahasa ayam. Mungkin kelak fonem ‘kotek’ itu akan ada yang bisa
kembangkan lebih rinci berikut eksistensi bunyi suprasegmental dan referensi
paralingual serta ekstra-fonetiknya. Sehingga Bang Tarzan bisa jadi profesor-riset
(bukan politik hibah gelar) di dunia perspektif positivisme-reduktif descartesian
itu. Dengan skill yang bisa diekplanasi kepada obyektifikasi tafsir diagram-diagram
bunyi.
Tentu saja sepintar2 Abang Tarzan di dunia
praktek, secara normatif supaya karir tidak mandeg
ia harus purak-purak santun dulu pada para senior akademisi gaek yang tak-update di zona nyaman menara gadingnya
itu. Artinya, Abang Tarzan harus pintar kuadrat alias pintar-pintar (soft-skill). Jangan mengeluh jadi doktor
yang ahli membolak-balik mesin fotokopi dan sortir menyortir-menyortir dlm “manajemen”
dokumentasi dokumen (kerja administratif dalam birokrasi dan sistem jadul ini)
seperti si Lukito UGM itu. Nanti orang-orang tua yang sudah terbiasa megah dan
disanjung2 dalam kedudukan bergengsi dari masa lalu itu tersinggung pula
mengira tidak dihargai kemilau cahayanya yang kian memudar. Baiklah, mulut gw
mulai kelewatan neh. Krn terbukti
analisisku kali ini tanpa pendalaman materiil, sila saja para pembaca budiman menyimpulkan
“risetku” kali ini baru level takhayul psikis. Terakhir, salam dari ayamku
untuk ayam-ayam di rumah Anda semuanya. Tek
kotek kotek kotek (= salam kenal sob,
semoga tuanmu tdk kapok utk ikuti lagi postingan terbaru Tuan-caem kesayangan
kami ini nantinya) katanya, wkwkwkwk.
Bahasa ayam saja bisa diterka2, kenapa Anda spt hilang akal kalow ada anak-manusia
doyan utak-atik mengkreasi ekspresi bhasanya.
Ya ya ya, bentrok dengan kaidah kepraktisan utk dlm tempo sesingkat2nya ingin
memastikan tafsir maksud kata-kata (kalaupun yg pasti itu ada). Ya sudah, kalok
begitu kapan2 kita berbicara seperti para robot sajalah dalam angka-angka.
Tekonologi nanomaterial zaman sekarang telah memungkin komputasi kompleks bisa
diselesaikan dalam hitungan miliseken yang padahal dulunya oleh kompi IBM sebesar
kulkas di markas CIA bisa berjam-jam prosesing kalkulasinya. Atau konsensus
komunikasi kita pakai sistem binari hitam-putih saja, seperti mesin analog yang
hanya mengenal oh yes or not untuk instruksinya.
Bak pepatah, number don’t lie. Jadi
Anda tidak perlu menghabis2kan energi utk mendemo Kakanda Ahok, karena merasa
dibohongi pakai bahasa yg mengaburkan kepastian kenikmatan janji-janji syurrrga!
Komentar
Posting Komentar
silakan komen yaw mmmmmmuuuahhhhh